Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘penulis’

“Rumah Idaman”

anies baswedan

anies baswedan

Keberhasilannya selama ini barangkali datang dari sudut pandang yang penuh optimisme terhadap segala hal tentang kehidupan

Di antara 100 intelektual dunia versi jurnal Foreign Policy (Amerika Serikat) 2008, terdapat nama Anies Baswedan. Pria 40 tahun yang dikenal sebagai peneliti dan kini menjadi Rektor di Universitas Paramadina, Jakarta, tercatat bersama nama-nama besar intelektual penting dunia seperti Samuel Huntington, Francis Fukuyama, dan Thomas Friedman. Prestasi ini tak berhenti sampai di situ. Awal tahun, ia dikukuhkan sebagai Young Global Leaders 2009 oleh World Economic Forum yang berpusat di Jenewa.

Kebesaran namanya tidak lantas membuatnya arogan. Hal itu sangat terasakan saat menemui Anies dalam beberapa kesempatan di tengah padatnya agenda. Sebaliknya, ia sangat rendah hati dan santun. Wawasannya yang luas ditambah ilmu retoriknya yang luar biasa membuat suasana wawancara terasa seperti bapak yang bercerita untuk anaknya. Senyum dan tawa renyahnya banyak mewarnai. Saat ditemui di kampus, ia mengenakan kemeja putih lengan pendek dengan celana panjang hitam, yang rupanya seragam dengan beberapa stafnya, ia tampak begitu bersahaja. (more…)

Read Full Post »

Kepompong Kenyamanan

djenar maesa ayu

djenar maesa ayu

Kendati karyanya penuh pendobrakan, dalam keseharian ia ádalah orang yang enggan dengan perubahan

Djenar Maesa Ayu (36)  dalam keseharian adalah seorang ibu muda, beranak dua, berdaster batik ria saat di rumah, memasak, membersihkan rumah berlantai tiga dan mengurus anak-anaknya. Sendirian. Tidak ada pembantu, meski tinggal di rumah gedongan pinggiran Jakarta Barat. “Saat seperti inilah saya merasa “kaya”. Tanpa pembantu, saya bisa memaksimalkan peran saya sebagai ibu,” kata Djenar sambil menatap mesra wajah anak bungsunya, Bidari Maharani (8) yang terlelap di atas pangkuannya. Sulungnya, Banyu Bening (17), baru saja pamit untuk nonton basket dengan pacarnya, berbekal nasi dengan ayam goreng yang disiapkan Djenar sebelumnya. Inilah gambar suasana di rumah Djenar ketika dewi bertandang ke rumahnya sehari itu.

Di luar sana, eforia belum saja usai. Film perdananya “Mereka Bilang, Saya Monyet!” meraih prestasi sebagai film terbaik versi Majalah Tempo, juga mengukuhkannya sebagai tokoh seni 2008. Film yang diangkat dari judul buku kumpulan cerpen pertamanya ini sekaligus membuka kiprahnya di berbagai festival film internasional seperti Berlin Asian Hot Shots Film Festival  dan Singapore Film Festival. Keberhasilan ini seolah melanjutkan berbagai prestasi yang diperoleh dari kumpulan cerpen dan novelnya yang lain, seperti “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), “Nayla”, “Cerita Pendek tentang Cerita Pendek”, yang berhasil meraih penghargaan dari Khatulistiwa Literary Award. Karya-karyanya banyak dibicarakan karena keberaniannya dalam menyuarakan problem seksualitas dalam diri manusia.

Dua belas tahun lalu, sebelum ia memiliki hasrat untuk menulis, ia tak lebih dari seorang ibu rumah tangga biasa. (more…)

Read Full Post »

Menapak Jalan Tanpa Peta

dewi lestari

dewi lestari

Mengungkap kejatidirian adalah hal terpenting dalam kehidupannya kini

Dewi Lestari masih saja disibukkan oleh diskusi buku terakhirnya, Rectoverso, ketika akhirnya ia menyanggupi untuk bisa diwawancara oleh dewi. Tentu saja dalam waktu yang sangat singkat, karena jadwal acaranya sangat padat menjelang akhir tahun 2008 lalu. Sementara itu, salah satu lagu ciptaannya yang berjudul Malaikat Juga Tahu, diambil dari album yang sama dengan buku barunya itu, juga sedang diputar dimana-mana. Ini juga membuat jadwal manggungnya ketat. Bisa dibilang, ia menuai sukses besar dengan percobaan yang dilakukannya kali ini: menggabungkan antara kumpulan cerita pendek dan lagu.

“Terus terang, aku nyaman dengan format ini. Tapi aku tak mau memastikan apakah mau melanjutkan atau tidak. Akan jadi beban bila harus memastikan,”katanya terbuka. Ia rupanya tak mau diganggu dengan berbagai hal yang kiranya akan mengganggu konsentrasinya tahun ini: melanjutkan Supernova, novel yang melambungkan namanya hingga kini, setelah empat tahun tertunda. “Itu adalah pertanyaan yang paling membuat aku stress. Sebenarnya jawabannya simpel, belum waktunya. Karena satu karya lahir butuh proses pematangan. Seperti bayi, bila belum saatnya ia akan menjadi prematur. Dan kurasa, sekarang ini saat memikirkannya,” kisah Dewi yang biasa dipanggil dengan nama kesayangannya: Dee. (more…)

Read Full Post »

Manusia Renaisans

enin supriyanto

Selalu ada optimisme yang timbul dari diri Enin Supriyanto, bahwa hidup itu bisa dinikmati dengan berbagai cara.

Enin Supriyanto memang terbilang istimewa di jagad seni rupa Indonesia.  Ia adalah lelaki penggelisah asal Lombok yang mengadukan nasibnya kini pada dunia seni rupa kontemporer.  Boleh dibilang ia adalah  kurator yang bisa merepresentasikan seni rupa kontemporer Indonesia di dunia internasional, begitu Direktur Indonesian Visual Art Archive (IVAA), Farah Wardhani memberikan komentarnya.

Pendapat ini tampaknya tak berlebihan. Dalam dunia seni rupa Indonesia, mantan mahasiswa jurusan desain interior, fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, ini telah meluncurkan beberapa buku seni rupa yang signifikan. Diantaranya: Perjalanan Seni Lukis Indonesia dalam koleksi Bentara Budaya, Indonesian Contemporery Art Noe (1996-2006), Seni Rupa Modern Indonesia, Esai-esai pilihan. Ke depan dia tengah memersiapkan On Death, the Self and Trauma (From Self potrait to social Portrait), sebuah riset tentang seni rupa Indonesia berhadapan dengan pengalaman trauma social politik. (more…)

Read Full Post »