Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘kelompok Jendela’

Dua Sisi Jumaldi Alfi

Jumaldi Alfi

Ia percaya, rumah, sebagaimana lukisannya, adalah sebuah terapi personal. Karena itu ia butuh dua rumah tak terpisahkan untuk merepresentasikan keinginan bawah sadarnya.

Masuk dalam rumah Jumaldi Alfi, seperti masuk dalam karya yang dibuatnya. Ada selubung makna yang ia ingin sampaikan melalui rumah yang dibangunnya, seperti juga ia ingin memberikan cerita di dalam seluruh karya-karyanya.   “ Ada dua hal yang tak bisa terpisahkan saat bicara tentang rumahku. Rumah untuk keluargaku dan rumah untuk  studioku. Keduanya saling mendampingi. Tak terpisahkan satu sama lain.  Seperti otak kiri dan otak kanan,” ujar salah satu anggota kelompok Jendela yang kini karyanya laris manis di pasaran ini dengan mimik  serius.

Ia seperti ingin menghadirkan konklusi bahwa lukisan adalah terapi personal, begitu pula ketika ia menghadirkan dua rumah dalam hidupnya.  Meski saat ini, Alfi –sapaan akrabnya- juga tengah membangun pendopo dan museum seni di tanahnya yang lain. (more…)

Read Full Post »

Kelomang Cinta

Rudi Mantofani

Rudi Mantofani

Bicaralah tentang karya, karena dia bisa. Tapi jangan bicara cinta padanya. Karena katanya, berbahaya!

Rudi Mantofani adalah nama yang terus menanjak dalam dunia seni rupa kontemporer Indonesia. Setelah 9 karyanya secara bersamaan terlelang di Christie’s Hongkong beberapa waktu lalu, popularitasnya meledak cepat, memenuhi pembicaraan di setiap sudut ruang pameran hingga perbincangan tak formal di kedai kopi multinasional. Kini, banyak kolektor, ruang pamer hingga balai lelang bergengsi macam Southesby, Singapura dan Christie’s Hongkong terus memburu karyanya. Berita terakhir, lukisan teranyarnya, Dunia Jatuh ke Bumi, terlelang hingga melewati angka 800 juta rupiah. Sebuah nilai yang fantastis!

Pendekatan Rudi dalam karyanya sejak awal memang sudah mencuri perhatian. Di atas kanvas, ia membalik-balikkan logika berpikir. Karya Pohon Apel misalnya. Ia menghantarkan hamparan padang rumput yang bergelombang dengan apel yang dipasang terbalik, dengan tangkai yang berada di bawah. Sederhana, memikat, tapi meninggalkan kesan yang dalam. Begitu juga dengan goresan warna-warnanya yang cerah membuat banyak orang menyukainya. “Karyanya orisinil. Rasional dan tidak ke bawah sadar. Dia mengembangkan konsep lansekap dan still life dengan semangat baru,” Kurator Enin Supriyanto memberikan komentar.

(more…)

Read Full Post »