Kisah Lelaki Sedarah
Dalam catatan sejarah, peperangan antar saudara memang membawa darah lebih banyak. Mulai dari kisah alkitab kain dan habil, hingga kisah pewayangan Arjuna Sasrabahu pesannya hanya satu. Jagalah persaudaraan itu.
Rifat-Rizal Sungkar
Antara Mata, Jiwa dan Selera…
Antara coklat bening dan hijau muda pada mata itu tertuang darah yang sama dalam tubuh keduanya. Tentu ini bukan alasan bila dalam beberapa hal keduanya memiliki perasaan dan selera berbeda – acapkali kontradiksi. Saat bertemu dewi, sang kakak tertua, Riffat Sungkar tampak lebih perhatian, seperti soal mengambilkan putu mayang dan kue serabi -yang sengaja dipesannya sejak kemarin- untuk menjamu tamunya. Sementara itu, sang adik, Rizal Sungkar, masih saja berkutik dengan “mainannya”: utak-atik sparepart mobil balap.
Begitu pula dengan soal selera. Rifat penggemar masakan Eropa, sementara Rizal sangat Indonesia. Pun dengan pilihan mobil pribadinya. Rizal, seperti karakternya yang agresif, suka mobil yang tahan banting, penuh power, dan berwarna hitam. Sementara sang kakak lebih suka mobil dengan power tak terlalu besar, tapi handling-nya mudah. Warna yang dipilih: white glam, sesuai tren warna mobil terdepan.
Tapi darah itu pula yang menyatukan keduanya pada hobi dan prestasi -yang diturunkan dua generasi sebelumnya-sebagai pereli unggul Indonesia. Tak jarang mereka tergabung dalam sebuah tim membawa nama Indonesia, selain keluarga. Dan ini akan menjadi sangat berkesan bila mereka berhasil membawa kemenangan itu secara bersama-sama. Seperti kejuaraan rally bulan lalu di Medan. “Itu adalah momen paling berkenan dalam hidupku,”tukas Rizal.
Rizal Sungkar
Menjadi adik itu menyenangkan. Hidupku jauh lebih santai. Aku justru lebih senang dengan posisi sebagai underdog seperti sekarang di rally. Meski sebenarnya jiwaku seperti seorang petarung. Sifat ini memang berkebalikan sama Rifat, dia itu ibarat mesin diesel. Panasnya lama. Tapi itu bagus untuk pereli. Dia juga sangat cerewet. Aku banyak ngalah juga sama dia. Tapi untuk soal berkomitmen, aku lebih hebat. Aku sudah menikah, dan dia nakalnya baru sekarang. Ha ha ha…Doaku, Rifat enteng jodoh dan dia lebih fokus terhadap pekerjaannya.
Rifat Sungkar
Sebagai anak pertama dan cucu pertama dari sebuah keluarga pereli, aku punya beban. Karena itu, aku galak dengan adikku dalam soal prestasi. Aku sering tak mau mengalah dan tak mau kalah. Bukan apa-apa, aku ingin adikku bisa lebih hebat dari aku. Bila berhasil, ini artinya aku sukses ngajarin adik.
Kompetisi dengan adik itu sangat baik, apalagi kami berasal dari latar belakang yang sama, dengan skill sama, meski dengan jam terbang berbeda. Harus ditumbuhkan mental personalitas yang kuat, karena perang saudara itu lebih dasyat dari perang apapun.
Bila dalam kompetisi aku tak mau mengalah, lain halnya dengan urusan perasaan. Lihat saja aku mau dilangkahi adik-adikku! Gila kan.. ha ha ha. Tapi menurutku perkawinan bukan soal menang kalah. Tetapi sebagai seorang kakak, aku harus menjaga dan mempersilahkan adik-adik untuk menikah lebih dulu. Rizal memang berani, ini kelebihan dia. Aku orang Libra, mungkin terlalu banyak pertimbangan. Tapi perkawinan dia itu justru menjadi momen yang paling berkesan buatku. Ternyata sebrengsek-brengseknya dia, ternyata sudah bisa bikin keputusan. Ada komitmen yang dipegang. Tak seperti aku. (Rustika Herlambang)
Keluarga Bosowa
Erwin-Ikin-Subhan Aksa
Sepakat Satu Komandan
Berbenturan, saling melempar bola bowling sudah biasa. Tapi soal komitmen keluarga, mereka sepakat menjalaninya
Tiga pria bersaudara dipisahkan dalam pembagian kerja. Sebagai kakak tertua, Erwin, mendapat tanggung jawab untuk membawa nahkoda perusahaan yang dibangun oleh ayahnya. Kakak kedua, Asikin bertanggung jawab dalam keuangan dan administrasi perusahaan sementara si bungsu Subhan menjadi runner di lapangan.
Mungkin karena tanggung jawab itu, Erwin terlihat lebih matang dari usianya (33). Kata-kata yang meluncur begitu santun, tertata rapi, terasa seperti seorang birokrat ketimbang seorang pedagang. Ia terus sibuk dengan rapat-rapatnya, sementara kedua adiknya: Sadikin dan Subhan, menunggunya dengan sabar. Pemotretan harus tertunda beberapa jam.
Sepanjang waktu menunggu tampak dinikmati dengan santai oleh Sadikin. Persis dengan gayanya saat bicara: spontan dan tanpa beban. Sementara itu, si bungsu Subhan -yang baru saja diberi kepercayaan untuk running salah satu perusahaan di Batam- terlihat sedikit gelisah.
Subhan Aksa (pereli nasional dan internasional)
Erwin itu seperti seorang ayah buat saya, Barangkali karena usianya terpaut cukup jauh. Tapi dia lebih galak dari Bapak, tak ada kata bermanja-manja saat bersamanya. Namun sepenuhnya saya sadar bahwa apa yang tengah Erwin lakukan pada saya sama dengan apa yang dilakukan Bapak pada Erwin. Ia ingin mendidik saya menjadi seorang pekerja keras. Beginilah nasib anak bungsu, harus jadi runner. Kalau dia mau buka usaha di suatu tempat, aku yang harus jalan dulu. Dengan Ikin, hubungan saya sangat dekat. Dia yang dulu mengantar sekolah saya. Dia pula yang memperkenalkan saya dengan rally.
Sebagai CEO, Erwin ingin selalu terlibat dalam berbagai hal. Dia yang membuka peluang usaha. Sementara Ikin lebih mengatur seluruh kebutuhan Erwin. Masalahnya, kadang kala Erwin meminta saya melakukan sesuatu sementara Erwin melarang. Wah pusingnya jangan ditanya! Beginilah nasib anak bungsu.
Meski demikian, saya senang. Sebagai anak terkecil paling banyak dapat fasilitas. Saya bisa ikut rally internasional dan nasional seperti sekarang ini karena kebesaran dan kerelaan keduanya. Mereka juga habis-habisan mendukung saya secara financial. Jadi walaupun mereka sangat keras soal pekerjaan, soal rally bolehlah saya bermanja-manja.
Sadikin Aksa (pereli nasional)
Kakak saya lelaki, adik saya perempuan, saya merasa sering dinomorduakan dalam segala hal. Apalagi jarak dengan adik keempat dan kelima cukup jauh. Saya merasa bahwa kalau kakak dikasih sesuatu, saya dapat nomor duanya. Kadang saya juga melihat ayah merahasiakan sesuatu. Untung ada ibu yang menjadi penyeimbang.
Awalnya memang tak nyaman. Sampai saya menemukan kesadaran bahwa tak ada orang tua yang membeda-bedakan kasih sayang. Bilapun ada, yang salah adalah orang tua. Sejak punya pikiran ini, saya begitu menikmati hidup. Apalagi setelah saya membaca buku tentang pengusaha generasi kedua, harus ada penyeimbangnya. Nah, disanalah nanti saya berada. Jadi beginilah hasilnya, di kantor saya menjadi orang yang paling santai, meskipun memegang bagian keuangan.
Erwin adalah tipe pekerja keras. Saya melihat dia rapat hingga tengah malam, meninggalkan anak dan istri. Saya tahu, beban dia sangat berat. Bukan saja tanggung jawab kepada keluarganya saja, tapi juga 3000 karyawan dari perusahaan keluarga kami. Karena itu saya dukung dia habis-habisan. Kalau dulu kami sering berantem, kini saya berusaha untuk menutupi kekurangan dia. Hingga kini,ia masih sering memarahi saya karena datang terlambat. di kantor. Tapi saya tetap menghormati dia sebagai bos.
Subhan, karena dia baru selesai kuliah, maka kami tempatkan di proyek. Dia masih harus belajar dari awal. Alhamdulilah, dia bekerja sangat baik. Seusia dia sudah mampu mengelola sebuah perusahaan semen di Batam.
Apakah rally bagian dari pelarian saya? Ha ha ha, barangkali demikian. Sebab saya jadi memperhatikan hal lain dibanding dengan urusan perasaan emosi yang berkepanjangan jadi anak kedua.
Erwin Aksa (pengusaha)
Resiko menjadi anak tertua memang berat. Selain menjadi panutan adik-adik, saya harus pula bersikap adil. Yang saya syukuri, adik-adik menerima kepemimpinan saya selama ini. Bergerak dalam bisnis keluarga seperti kami, hal yang terpenting dijaga adalah jangan sampai timbul perselisihan. Dan ini adalah tugas terberat saya. Karena itu saya banyak aturan, salah satunya adalah melarang pembicaraan gossip antar saudara.
Meskipun bersaudara, bila sudah menyangkut urusan kantor saya selalu bertindak professional. Di perusahaan ini, saya adalah komandannya, dan mereka harus menerima. Saya terus bekerja keras untuk memberikan contoh buat adik-adik, sehingga mereka bisa menirunya, dan karyawan-karyawan lainpun untuk terpacu berbuat sama.
Saya tahu mereka gemar bertualang. Saya sebenarnya juga senang, tapi tak ada waktu karena didorong oleh kesibukan, sehingga fasilitas-fasilitas itu bisa dinikmati adik-adik saya. Sebenarnya ini soal mainan saja. Mainan saya kini ya membuat peluang-peluang usaha baru untuk melebarkan perusahaan ini. Mungkin karena itu saya jadi lebih tua dari umur saya ya…? (rustika herlambang)
Salut dengan tiga bersaudara yang senatiasa menghargai dan menjaga ke-sinergian yang telah tertata dengan baik.
Sukses dan kebahagiaan akan terus terpenuhi dengan improvisasi yang terencana dengan tujuan yang pasti yaitu menjadi Juara.