Adrenaline Junkie
Kehidupan ini telah mengajarkan banyak hal padanya ketimbang buku teori yang berjilid-jilid
Adrenaline junkie alias penikmat berselancar dalam setiap tantangan. Boleh jadi istilah itu dialamatkan pada Raja Sapta Oktohari, pengusaha muda yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Sejauh aktivitas dan usaha yang ditekuninya selalu saja diikuti dengan intuisi dan sisi petualangan. Sebut saja menjadi promotor tinju, mengadakan Fomula Asia Drift, mendatangkan artis Justin Bieber atau David Foster, pertambangan, beras, hingga persewaan pesawat jet. Di sisi lain, ia adalah penggagas gerakan Bike to Work di Kalimantan Barat.
Tak perlu waktu lama untuk mengenal Okto, panggilan akrabnya. Hanya dalam hitungan menit, perbicangan dengannya sudah langsung cair. Karakternya yang kuat dan tegas langsung terbaca. Ia memang tak suka basa-basi, cenderung ceplas-ceplos, langsung pada sasaran, namun tetap disampaikan dengan cara yang luwes. Jawaban-jawabannya acapkali di luar dugaan, cerdas, dan ada sisi humor. Selalu ada hal baru yang disampaikannya. “Saya selalu memberikan bahan yang berbeda pada setiap wartawan yang mewawancarai (profil) saya sehingga mereka bisa merasa istimewa,” ujarnya.
“Saya bukanlah orang yang takut, dan bukan penakut,” ia membuka cerita, menjawab alasan di balik keberaniannya mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Hipmi, di mana ia mewakili daerahnya, Kalimantan Barat. Kemenangan ini juga ‘melompati’ ayahnya, Oesman Sapta Odang, yang pernah menjabat sebagau Ketua Hipmi Kalbar pertama kali. Namun pembicaraan belum selesai. “Terpilih menjadi Ketua itu biasa, tapi untuk sukses menjadi Ketua itu yang luar biasa,” katanya, dan ia menginginkan yang ke dua. Apalagi jabatan hanya bisa diemban 3 tahun, dan tidak bisa dipilih lagi. “Inilah yang saya sebut sebagai tantangan.”
Tantangan adalah kata yang menggerakkan adrenalin dalam dirinya. Mungkin darah kompetisi ini mengalir karena posisinya sebagai anak ke dua dari lima bersaudara, di mana ke tiga saudara lelakinya juga menggunakan nama yang sama: Raja Sapta. Memiliki darah Makasar dari bundanya, Serviati, serta campuran Kalbar dan Padang dari ayahnya, Oesman Sapta, ia lahir di Jakarta dan besar di beberapa kota: Pontianak, Makasar, Jakarta, Pare-pare, serta Amerika. “Saya sejak kecil memang bandel. Namun saya percaya, anak bandel itu biasanya kreatif,” katanya percaya diri.
“Saya adalah perpaduan istimewa dari ayah dan ibu,”ujarnya bangga. Dari ayahnya, ia belajar tentang kedisiplinan dan mempelajari kehidupan dari pengalaman. “Kami dipaksa belajar mendapatkan segala sesuatu secara otodidak. Apa yang kita rasakan, adalah bagian dari kesempatan kita belajar. Waktu kecil saya sering berontak, mengapa begini, tapi sekarang saya merasa ada benarnya,” ia ungkapkan perasaannya. Sementara dunia kasih sayang didapatkan dari ibunya, seorang ibu rumah tangga. Sentuhan sang ibu selalu memberi kenyamanan, mendinginkan perasaannya. “Ibu adalah tokoh malaikat saya.”
Dunia bisnis mulai dimasuki sejak usia belasan. Lingkungan keluarga, dan terutama aktivitas ayahnya, banyak memengaruhi pola pikirnya. Waktu SMP, ia menggelar lomba balap sepeda tingkat DKI Jakarta. Masa-masa ini pula ia mulai tertarik pada dunia tinju sebagai bisnis, di mana ia mendapat pengalaman langsung dari ayahnya ketika menggelar duel antara Ellyas Pical dan Raul Diaz tahun 1988. Kesukaan pada dunia bisnis ini juga disertai dengan hobinya yang lain: bersepeda, bersepeda up hill, arung jeram, menembak, dan bungee jumping. Tamat dari SMA ia melanjutkan ke jurusan Ekonomi Managemen Universitas Padjajaran, Bandung, sebelum menuju Oklahoma City University, Amerika Serikat. “Padahal cita-cita saya waktu kecil ingin jadi pilot.”
Namun sekembali dari Amerika, ia malah bisnis garmen di Pasar Tanah Abang, dengan pinjaman modal dari ayahnya. Usianya 22 tahun waktu terjun di pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara tersebut. “Saya tidak malu terjun ke pasar. Justru beruntung bisa mendapatkan pengalaman luar biasa di sana,” ujarnya optimis. Di sini ia memahami bahwa bisnis, dagang, yang dilihat bukan hanya ilmu, tapi juga intuisi. “Saya dilatih, saya ditipu, dibohongin orang, dicurangi, dicelakai, dijahati, itulah yang saya sebut sebagai pembelajaran terbesar. Di situ saya juga nipu, saya juga bohongin. Hahaha. Jadi mereka tak bisa bohongin saya,” ia tertawa.
Pengalaman ini sangat berkesan. “Perputaran uangnya besar sekali. Ada uang, ada barang, itu bisnis riil. Persaingan luar biasa, dan kita harus berhadapan dengan semua jenis manusia,”ujarnya. Di sini, ia benar-benar terjun langsung, berhadapan dengan buyer, transaksi antar negara dengan bekal kemampuannya berbahasa, termasuk berusaha memahami bahasa India, menuju pabrik-pabrik garmen, memilih produk-produk terbaik, untuk kemudian dibawa di toko contohnya yang ada di dalam pasar. “Pada level ini, saya belajar bisnis dengan berbagai jenis orang dari level pejabat sampai supir, dengan komunikasi sama, saya bisa menempatkan diri di ritme komunikasi berbeda,” katanya. Sepertinya pengalaman inilah yang menempanya menjadi orang yang kreatif, banyak ide, dan pandai bergaul, seperti dituturkan oleh ayahnya.
Ia merasa saat itulah proses pembelajaran dan pencarian jatidiri terjadi. “Saya setuju dengan Dahlan Iskan yang mengatakan bahwa pengusaha sukses itu adalah pengusaha yang sudah pernah dibohongi, ditipu, dikhianatin sama teman-temannya,” katanya. Baginya percepatan untuk mendapat pengalaman ini sangat penting. “Saya malu, orang luar saja usia 23 sudah bisa jadi miliuner. Ini bukan soal modal. Banyak orang dari keluarga biasa yang punya kemampuan luar biasa,” ia mengelakkan bahwa keberhasilan didapat dari faktor keturunan.
Perjalanan meraih kesuksesan dalam bisnis tidak mudah. Tak sedikit yang berat dan bahkan gagal. Meski demikian, ia tidak pernah menganggap kegagalan demi kegagalan sebagai bagian dari kekalahan, melainkan sebuah pembelajaran, seperti halnya di bangku kuliah. “Anggap saja seperti bayar kuliah,” begitu jawabnya. Dulu ia pernah beranggapan bahwa hidup harus mencari kerja. Namun yang justru dirasakan: ia banyak kerja, tak ada uangnya. Bisnis juga bukan pula untuk eksistensi. “Kalau hanya untuk eksistensi, artinya orang yang pura-pura mau bisnis,”katanya menganalisa. Ia pun sampai pada titik bersikap pragmatis, bisnis untuk mencari uang.
“Akhirnya saya jadi bisa memisahkan antara idealisme dan komersialisme. Saya idealis terhadap satu dua aktivitas bisnis, tapi saya memilih untuk menjadi komersial. Bukan melulu melihat pada diri sendiri, namun pada pasar. Kecuali kapital kuat, mungkin saja bisa memaksakan,” ucapnya. Hingga pada titik ini, ia sudah menjalani berbagai macam bisnis seperti tertera dalam di awal cerita. Dengan segala bisnis yang dimiliki, bagaimana ia melakukannya? “Kuncinya: distribusi. Yang kita mau pasti kita bisa. Tapi kalau kita gak mau ya, pasti kita jadi nggak bisa,” katanya enteng.
Namun namanya justru populer di dunia olahraga dan hiburan. Khususnya tinju profesional yang dilakukan sejak 2008. Ia pernah menyelenggarakan pertandingan tinju kelas dunia tak hanya di Indonesia, pernah juga dilangsungkan di Amerika. Meski tahu pilihan bisnis pada dunia olahraga tersebut cukup berisiko, ia tetap menyukainya. Berbagai cara ditempuh untuk memasyarakatkan tinju sebagai olahraga dan hiburan. Di sisi lain, ia adalah salah satu aktor di balik munculnya atlit tinju Daud Yordan dari Indonesia. “Tinju itu seni. Dalam tinju ada politik perkawanan, politik komunikasi, kegagalan politik managemen itu karena gagal dalam komunikasi,” ujar pria kelahiran 15 Oktober 1975 yang dianugerahi Asian Promoter of The Year 2011 oleh World Boxing Association (WBA), selain sebagai promotor tinju termuda di dunia.
Semua kegiatan bisnis itu dilakukan dengan ambisi yang jelas, “Mandiri secara finansial. Saya bisa melakukan apapun bila ada uangnya. Saya mau terbang, pesawat sudah ada. Mau pergi ke berbagai tempat, ada teman saya. Kekayaan utama adalah jejaring pertemanan,” tuturnya. “Dalam hidup saya, sekarang ini saya merasa paling kaya. Punya networking sedemikian besar, punya segala pengalaman usaha. Ini yang harus dimanfaatkan,” kata Okto yang kini punya beberapa pesawat yang disewakan, sesuatu yang menjadi jawaban cita-cita masa kecilnya menjadi pilot meski dalam bentuk yang lain. “Saat ini pulalah kesempatan emas saya untuk mengambil segala hal yang pernah saya dengar, lihat, dan rasakan.” Pelajaran kehidupan ini lebih banyak didapatkan dari pengalaman dibanding bangku kuliah formal.
Dalam segala keberadaan ini, ia masih memilih sendiri, sejak almarhum istrinya meninggal dunia tujuh tahun lalu, dengan menginggalkan satu buah cinta keduanya: Sultan (13 tahun). “Saya memang belum menikah lagi, mungkin belum buru-buru,”kali ini nadanya agak melemah, tidak lagi meledak-ledak. “Mungkin karena kesibukan saya…” tutur Okto yang kini mengambil pendidikan lagi di jurusan psikologi Universitas Indonesia Esa Unggul, Jakarta.
Ia tidak pernah menutup hatinya, itu yang kemudian dikatakan. “Saya suka perempuan yang keras, tegas, romantis, independen, menghargai dirinya sendiri, pintar dan punya karisma,” ia menyebutkan berbagai prasyarat untuk menjadi istrinya dengan sangat tegas. Tidak menyukai perempuan yang terlalu liar, heboh terhadap sesuatu. “Saya ingin seperti keluarga saya, yang tegas pada lak-laki dan kelembutan dari pihak perempuan,”ia tersenyum. Lalu menyebutkan ciri fisik perempuan yang diinginkannya: “Terus terang pacar saya beda-beda, tapi lebih dominan yang bertubuh mungil.” Ia tertawa. Tak jauh darinya, anak lelakinya tampak menengok padanya, waktu wawancara hampir habis.
Ia masih melanjutkan pembicaraan sambil berdiri. Jauh lebih penting baginya adalah memiliki seorang kekasih yang mampu mengimbangi adrenalin, ambisi-ambisi, dan fantasi-fantasinya. Lalu ketika ditanya tentang fantasi terliarnya, tiba-tiba matanya bersinar-sinar, seperti menemukan ide cemerlang. “Karena pada dasarnya saya sangat liar, maka fantasi terbesar saya adalah….menjadi orang alim,” katanya tersenyum, sembari meninggalkan ruangan. Itulah gaya Okto. Ia selalu menyimpan “satu pukulan” yang sewaktu-waktu dimunculkan secara tak terduga: Bug!!!, hingga lawan bicaranya tak bisa bicara apa-apa. (Rustika Herlambang)
Pengarah Gaya: Cempaka Asriani. Foto: Moses Stell Lokasi: Kantor Hipmi.
bersepeda dan berenang olahraga yang sangat dianjurkan
waduh……..kepengen juga….sih….ngalahin pewaris kerajaan mahkota hotel………..tapi bisa nggak ya……….. gue anak kalbar….pengen juga RAJA SAPTA jadi presiden…hehe biar muda tapi brilian.
Salam… perkenalkan saya Rofie, saya ingin sekali menghadiahkan tiket nonton tinju Chrish Jhon untuk orangtua saya, kebetulan kami berasal dari Banjarnegara Jawa Tengah sekarang saya tinggal di Bandung & orangtua di Banjarnegara, tetapi saya bingung dan tidak tau harus menghubungi siapa, saya mohon sekali untuk dapat membantu saya, bisa membeli tiket tersebut, terimakasih.