Kecantikan Juara
Kesadaran bahwa uang bukan segalanya banyak memengaruhi perspektifnya dalam melihat bisnis dan kehidupan
Akhirnya Juara masuk Indonesia. Juara adalah label produk perawatan kulit inspirasi Indonesia yang berpusat di Amerika. Metta Murdaya, CEO dan Presiden Direktur Juara, mengumumkannya beberapa waktu lalu. Ia tampak bangga dengan keberhasilan produk yang telah diluncurkannya delapan tahun lalu di Amerika. Sukses membuka pasar Amerika dan Kanada, kini ia berharap besar di Indonesia. Sepanjang wawancara di Jakarta, Metta tampak antusias membicarakan produk dan seluruh kerjakerasnya selama ini. Wajahnya bersih, dan kulitnya terlihat sehat. Ia bicara tentang optimisme.
Empat tahun lalu, sosoknya mengisi profil dewi. Kala itu, ia tengah menikmati bisnisnya merambat naik. Rambutnya panjang dan indah. Senyumnya cerah. Bila waktu itu kedatangannya ke Indonesia atas permintaan orangtuanya – pasangan Hartati dan Murdaya Poo, pengusaha papan atas Indonesia – untuk menghadiri pesta pernikahan adik lelakinya, kali ini untuk kepentingan diri dan bisnisnya. Pesan yang disampaikan lebih berdaya. Rambutnya kini pendek. Bingkai kacamata warna merah semakin menegaskan karakternya, selain memberi kontras pada kulitnya. Pembicaraannya kian matang dan tegas, diseling kisah seru berbagai aktivitas “senang-senang” yang dibincangkan.
“Saya memang lebih seniman dibanding bisnisman,”ia tertawa. Prinsipnya: uang bukanlah segala-galanya. Yang dicari: kebahagiaan. Menemukan diri sendiri. Bertualang. Menemukan kebebasan. Itulah Metta yang terasakan saat ini. Pengalaman kehidupan masa lalu menjadikan dirinya semakin kuat dalam menghadapi badai cobaan. Termasuk di antaranya, mendirikan perusahaan di Amerika, terlepas dari nina bobok emporium perusahaan yang didirikan keluarga puluhan tahun lamanya. Ia memilih sendiri, meski harus berjuang ekstra keras di negara yang membesarkannya.
Dunia perawatan kulit yang menjadi bisnisnya kini adalah sebuah pengalaman baru buat Metta, yang sejak kecilnya tumbuh sebagai gadis yang tomboi dan tak suka berlama-lama berada di depan cermin kecantikan. Manapula ia sudah terpisah dari keluarganya sejak usia 7 tahun demi mendapatkan pendidikan terbaik di Amerika. Perawatan kulit mungkin luput dari perhatiannya. Yang teringat adalah ia memiliki jenis kulit berminyak, dibawa ke dokter kulit, mendapatkan krim-krim dan masker yang membuat kulit sensitifnya menjadi kemerahan dan sakit. “Bertahun-tahun kemudian saya terpikir untuk mencari obat yang alami untuk merawat kulit.”
Lalu suatu kali berada di London, ia ditawari minum jamu pelangsing oleh sepupunya. Ia terhenyak mengingat sepupu yang sudah 12 tahun tinggal di London itu masih memikirkan jamu, kultur Indonesia yang jaraknya ribuan kilometer. Meski menolaknya saat itu, momen itu membuatnya berpikir. “Batuk, pilek, sakit perut, adalah masalah universal. Lalu bagaimana menyembuhkan sakit tanpa pergi ke toko? Masalah ini dipecahkan dengan ramuan jamu,” ujar Metta yang awalnya berinisiatif membuat bisnis jamu sebagai obat.
“Itulah kinerja Juara. Tidak sekadar fungsi kosmetik, tapi kesehatan. Bagi saya, kesehatan adalah edukasi. Kesehatan tubuh, kesehatan jiwa,” tuturnya. “Juara adalah tentang jiwa, tentang tubuh, dan kulit adalah representasinya. Juara adalah kecantikan yang terpancar dari jiwa,” ujar Metta yang kemudian menggandeng ketiga sahabatnya: Yoshiko Roth, Jill Sung, dan Tami Chuang. Ketiganya berbagi visi untuk membangun produk kombinasi dari resep herbal (jamu) Indonesia dengan pengetahuan barat. Tahun 2004, belum ada produk Indonesia berkualitas untuk pasar premium Amerika.
“Aku tidak bisa bertahan tanpa partnership,” katanya menjelaskan salah satu kunci kesuksesannya. Bermitra, seperti sebuah pernikahan. “Meski fokus di bisnis, kita juga tak lepas dari person-person. Kadang berantem, tapi kita saling hormat. Tak ada satupun yang merasa i am the queen,” ia memuji. Kerjasama juga dilakukan dengan pihak luar dan terus mencoba menemukan kecocokan. “Mungkin bisa saja ego mengatakan saya bisa menangani semuanya. Namun saya harus bijaksana. Kamu harus dig deep di bisnis yang kamu kuasai, dan bekerjasama dengan orang lain yang secara kemampuan saling melengkapi. Aku tahu punya kelebihan, tapi juga kekurangan.”
Kekompakan tersebut menjadi penting. Setiap produk punya daya saing yang luar biasa. Celakanya, kata Metta, ada kekuatan bernama marketing game yang selalu mengintai. “Kita tahu, bukan produk yang terbaik yang akan menangkan persaingan. Persaingan ini bukan game untuk membuat produk terbaik, tapi lebih pada lomba strategi penjualan (marketing plan). Hal ini kadang membuat saya lelah,” tuturnya datar. Badai terbesar terjadi di tahun 2009, saat krisis perekomian membayangi Amerika. “Saya bekerja keras dan sangat keras demi bisa membesarkan perusahaan dan meraih kesuksesan,” katanya. Namun hasilnya hanya mendatangkan stres berkepanjangan.
“Lalu saya terpikir. Apakah kamu hidup untuk bisnismu, atau bisnis sebagai bagian dari hidup? Mana yang saya bisa kontrol? Kerja keras tiga kali lipat atau kerja dua kali lipat dan ambil yoga?,” ia mengaku terinspirasi oleh salah satu mitranya yang banyak melakukan olahraga panjat tebing dan justru mendapatkan hasil penjualan terbaik. Kesadaran bahwa uang bukan segalanya langsung banyak memengaruhi perspektifnya dalam melihat kehidupan dan bisnisnya. Keputusan itu membuatnya lebih jernih dalam memutuskan persoalan.
“Ternyata kita bisa melakukan bisnis pada suatu waktu dan investasi untuk pikiranmu. Ini sangat Budhis ya. Dan benar, saya bisa mengatasi stres dengan baik.” Apa yang dilakukan juga memberi pesan positif bagi lingkungannya. “Produkku adalah untuk kesehatan, itu yang paling mendasar. Namun ada lagi alasan personal yang penting diutarakan. Misi hidup. Bagaimana sikapmu terhadap kulitmu, pasar adalah alasan kedua.”
Sejak itu ia menikmati hidupnya dengan lebih baik. “Aku tak nyaman berada di kantor berjam-jam dan lebih suka mengerjakan sesuatu yang membuat aku tertarik,” katanya. Acroyoga adalah kecintaannya dalam 2 tahun terakhir ini. Berbagai foto menunjukkan posisinya sebagai base, di mana posisi ini hampir selalu dilakukan oleh pria karena dibutuhkan kekuatan fisik yang luar biasa. Di balik keindahan pose-pose yang ditunjukkan, ada kekuatan yang tersembunyi di belakangnya. Acroyoga memberi banyak pengalaman filosofi padanya. Dulu ia tak pernah berpikir bisa melakukan berbagai gerakan yang kini telah dikuasai.
“Saya tak pernah terpikir bisa mengangkat seseorang dengan tangan. Namun ternyata bisa. Kuncinya fokus, nafas, dan kamu bisa melakukannya,” ujarnya. Meski demikian, aktivitas ini harus dilakukan dengan benar agar tidak cedera. Di bulan-bulan pertama, Metta pernah operasi pinggul gara-gara terlalu memaksa diri. “Sekarang saya tahu, kalau kamu sudah mencapai 80% kemampuan, kamu harus berhenti, karena bisa menjadi tidak aman. Begitu juga dengan bisnis. Don’t make yourself crazy. Hidup harus ada keseimbangan,” tutur Metta yang setiap liburan panjang pasti melakukan petualangan. Terlihat dalam foto-foto, ia menikmati kedekatan dengan alam dan binatang.
“Saya pecinta binatang. Saya suka liburan. Saya bekerja keras, work smart, dan saya bisa punya waktu untuk melakukan sesuatu yang saya sukai. Saya tidak workaholic, dan itu berdampak baik,” ujarnya.
Pencerahan pemikiran ini juga memberinya kebijakan dalam menapak kehidupan bisnis yang amat keras. Ia mengakui banyak momen berat yang dilalui. “Saat menghadapi persoalan, saya tak pernah memikirkan momen tersebut. Saya lebih berpikir, apa yang sebenarnya terjadi. Tak berpikir bahwa inilah momen terberat sama sekali. Saya melihatnya lebih bagaimana mengatasinya,” ia tersenyum lega. Bila awal bisnisnya, Metta memang melakukan banyak hal untuk memperkenalkan produknya dengan luar biasa, kini ia lebih realistik, dan justru banyak peluang yang bisa diraihnya. Sisi kemanusiaan juga diberikan melalui Juara. “Saya juga memberikan reward untuk orang yang punya aspirasi dengan memberikan produk Juara karena mereka pantas mendapatkannya.”
Bagi Metta, kehadiran Juara di Indonesia bukan sekaar bicara pasar, namun lebih pada pesan sosial untuk generasi muda. “Keberhasilan bukan karena magic, tapi kerja keras, dedikasi, disiplin, critical thingking, active learning, edukasi, dan masih banyak lagi. Inilah sebuah produk berkualitas tinggi yang menggunakan inspirasi lokal yang seharusnya mereka bisa menyadari,” ia menjelaskan. Tentu ia juga berpikir tentang pasar yang terbuka di Indonesia. “Akan lebih baik jika ia memulainya dari Amerika, setelah terbukti sukses baru ke Indonesia,” ujarnya bangga.
Lalu ketika ia memutuskan seluruh keinginan bisnisnya, apakah ia berdialog dengan keluarganya? Ia mengangguk tegas. “Jelaslah keluargaku banyak memberi saran dan kritikan. Ayahku bertanya, apa itu bisnis skincare? Saya jawab, selama perempuan ingin terlihat cantik untuk lelaki, selama itu saya akan punya pasar,” ia tergelak mengisahkan perdebatan yang terjadi di dalam keluarganya. Sulung dari empat bersaudara ini sesungguhnya diminta kembali ke Indonesia, bergabung di perusahaan keluarga, setelah menyelesaikan kuliahnya di Universitas California, Berkeley, dan New York University, Amerika. Namun ia hanya bertahan tak berapa lama, dan memilih bekerja di Amerika, dan kini mendirikan bisnis sendiri yang berbeda dengan bisnis keluarganya.
Namun ia merasa bersyukur hidup dalam keluarganya yang kuat. Tidak merendahkan perempuan, dan tidak ada kekhawatiran untuk segera menikah membuat ia nyaman dalam menjalani hidup di Amerika. “Orang tua saya memberi kebebasan untuk melakukan apa yang saya inginkan,” katanya. Termasuk menemukan sosok pria yang diinginkan? Ia tertawa.”Setelah punya Juara, pilihan pria berubah. “Ganteng boleh, tapi ia harus sehat. Badannya harus fit. Saya tak suka pria yang tak bisa olahraga. Kalau nanti saya akan menikah, saya akan lihat dulu apa jenis kulitnya,” lajang 38 tahun tertawa lepas..
Lalu apa yang ingin diraih kini? “Bisnis? Saya sedang berpikir tentang sesuatu yang bermakna. Belum terpikir sekarang,”ujarnya. “Ini masih misteri. Tunggu saja ya..,”ungkap Metta yang bermimpi untuk terus mendapatkan kebebasan dan melakukan sesuatu yang memicu gairah hidupnya ke depan. (Rustika Herlambang)
Stylist: Jo Elaine. Foto: Luki Images. Lokasi: Studio Alvin Citrowiryo. Rias:
[…] Sumber: https://rustikaherlambang.wordpress.com/2012/10/20/metta-murdaya-2/ […]