Sketsa Perjalanan
“Suatu hari, saya terbangun dan menjadi seniman.” Pramuhendra (26) tersenyum, mengerjap-ngerjapkan matanya yang indah, menggali kenangan atas perjalanan kreativitasnya hingga kini. Di sisinya, tergeletak kanvas besar berisi sosok diri dan keluarganya yang digambar dengan menggunakan arang, sebuah cara sederhana tapi meninggalkan pesona luar biasa, dan menjadi salah satu kekuatan berkaryanya. “Arang sangat filosofis. Semua akan kembali ke debu. Memori seperti debu. Suatu saat akan hilang. Hitam dan putih, dan di situlah dibutuhkan satu lapis imajinasi,” ia bertutur. Di sana, ada sentuhan dramatik dibangun. Gelap dan terang. Akting. Naskah. Penyutradaraan. Sebelum akhirnya jemari menggarapnya.
Ia menuturkan. Pertemuan suatu pagi dengan Aminudin TH Siregar telah membuka bakatnya -yang ketika itu tahun 2005- mahasiswa Print Making, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. “Cobalah bikin drawing,” adalah satu kata yang akhirnya menemukannya pada identitas diri dalam berkesenian. Drawing – yang sering dibuat oleh almarhum ayahnya- seperti kemampuan yang kemudian mengalir pada dirinya. Tema spiritualitas yang sering diangkatnya terasa seperti bisikan sang ayah yang pergi pada saat perjalanan ziarah. Baginya, keluarga adalah segalanya. Kehangatan itulah yang dibingkai di kanvasnya. “Semua beranjak dari memori di mana saya dibesarkan. Selalu ada ruang kosong dan di sana saya tinggalkan sebuah pertanyaan tentang kehidupan.”
Pekerja keras dan sangat mencintai ibunya menjadikan ia lebih matang dari usianya. Itu sebabnya, salah satu karya yang dipamerkan di Museum NUS Singapura pernah diperdebatkan karena secara usia ia masih terlalu muda, 25 tahun. Meski demikian, kematangan karya pemenang Honorable Mention Drawing Award, the 12th International Biennale Print and Drawing Exhibition 2006, di National Taiwan Museum of Fine Arts-lah yang diperhitungkan. Mei lalu, karyanya yang berjudul Ashes to Ashes yang dipamerkan di Hong Kong Art Fair kembali dibincangkan dunia senirupa. Pramuhendra yang tak suka banyak bicara hanya diam dan terus berkarya. Tapi di ujung pertemuan, ia berkata. Meyakinkan. “Percayalah, saya pasti akan bisa membanggakanmu, dengan sapuan arang di kanvasku…” (Rustika Herlambang)
Pengarah Gaya: Karin Wijaya. Foto: Shanti Dewi. Lokasi: Edwin Gallery, Kemang.
Leave a Reply