Berdansa di Keheningan
Indahnya hidup ini bisa terasakan ketika seorang individu rela melepaskan semua ketidakjujuran agar bisa menjadi dirinya sendiri
Beberapa perempuan mendekati Reza Gunawan seperti laron yang terpikat lampu. Mata mereka berbinar-binar ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan tentang berbagai persoalan. Dengan sabar, telaten, dan sepenuh hati pria 34 tahun itu meladeninya. Senyuman tak pernah beranjak dari bibirnya, kendati pertanyaan seolah tak berhenti muncul. Inilah suasana yang mewarnai salah satu kegiatan Reza sebagai praktisi penyembuhan holistik yang namanya meroket belakangan ini. Selain tentu saja karena ia baru saja menjadi bapak baru untuk Atisha Prajna Tiara, anak yang dilahirkan dari rahim istrinya, Dewi Lestari alias Dee.
Terapi penyembuhan holistik yang dipopulerkannya di Indonesia adalah sebuah fenomena baru. Apa yang ia lakukan seperti menjadi jawaban atas ketidakpuasan terhadap penyembuhan modern yang menganalisa segala penyakit dengan tujuan objektivitas dirasa parsial, dingin, dan tidak menyentuh perasaan. Sementara, manusia, seperti dipercaya, adalah gabungan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Metode penyembuhan holistik didasarkan pada pemahaman bahwa untuk mencapai sehat yang sesungguhnya, maka manusia perlu menyelaraskan semua komponen antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Bila dalam penyembuhan medis terasa parsial karena hanya menitikberatkan aspek fisik saja, maka Reza memberikan banyak sentuhan secara psikologis dan spiritual. Pendekatan inilah yang dianggap lebih efektif untuk memecahkan banyak masalah manusia modern belakangan ini.
Seorang pengusaha muda di Indonesia, salah satu peserta pelatihan Reza, mengatakan bahwa “pertemuan” dengan Reza memberikan solusi persoalan hidupnya. “Dia sanggup membuat ritme hidup saya lebih melambat. Ternyata konflik saya dengan sekitar terjadi karena saya berpikir terlalu cepat, dan menganggap semua terlalu lambat. Kini hidup saya lebih berimbang.” Rupanya persoalan yang ditanganinya tak melulu soal kesehatan, namun juga masalah karier dan relasi pribadi dengan orang lain. “Apa yang saya lakukan tidak 100% sama dengan kegiatan medis, melainkan lebih ke memelihara sikap hidup yang peduli pada kesehatan lahir dan batin. Kebetulan saja delapanpuluh persen pasien saya perempuan,” ungkap Reza, pendiri True Nature Holistic Healing (2003).
Dalam praktek, Reza ibarat menyatukan pekerjaan antara psikolog, dokter, dan spiritualis. Ia seperti sahabat yang bisa dijadikan tempat menumpahkan segala perasaan, tapi juga psikolog yang bisa membantu kliennya menemukan solusi persoalan. Ia juga seorang “dokter” karena mampu menyembuhkan atau setidaknya mengurangi penyakit fisik melalui pelajaran self healing serta terapi penyembuhannya. Namun ia juga seperti seorang guru “meditasi”. Tiga hal ini membuat profesi Reza terasa seksi, apalagi dibungkus dengan penampilannya yang selalu santun di berbagai kesempatan.
“Pekerjaan ini sangat menyenangkan, karena dalam profesi ini saya bertemu dengan banyak orang dalam keadaan melepas “topeng” keseharian mereka dan di situlah keindahan tercipta. Saya selalu mengajak mereka hening bersama selama beberapa saat, di saat itulah kami, saya dan klien, seperti berdansa di alam yang lebih besar lagi. Dalam hening, mereka bisa melihat isi jiwanya sendiri dengan lebih jernih. Ini yang mengakibatkan penyakit fisik menjadi sembuh dan diiringi bonus pertumbuhan kesadaran diri. Tak bisa dibayar melihat keajaiban itu. Pendekatan kami dalam membantu penyembuhan memang bukan pabrikan, tetapi fokus pada kualitas hidup yang total dan mendalam,” ujar Reza yang juga mengajarkan penyembuhan bagi diri sendiri (self healing) untuk para kliennya.
Untuk menjaga kualitas penyembuhan, ia sengaja membatasi kerja (antara praktek di klinik, mengajar pelatihan self healing, serta kegiatan siaran radio mingguannya) sebanyak 20 jam setiap minggu. Di luar waktu itu, ia lebih menyukai tinggal di rumah bersama istri dan anak-anaknya. Bermanja-manja. Bermalas-malasan. Mengulik hobi barunya: belajar fotografi. Menikmati setiap detik hidupnya kini.
Puluhan tahun lalu, ia tak pernah menyadari bahwa kesukaaannya memijat – atau sesuatu yang berhubungan dengan dunia penyembuhan dan kesehatan- akan menjadi nafasnya kini.
Reza, adalah sulung dua bersaudara. Ayahnya seorang pengusaha yang dahulu bergerak di bidang perkayuan, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga biasa yang punya hobi menari. Memori awalnya pada dunia penyembuhan terjadi pada usia 12 tahun. “Saya sedang duduk di lantai dan melihat kaki Ibu menjulur di pinggir sofa. Perutnya sakit karena datang bulan. Saya memijatnya pelan-pelan. Lalu Ibu bilang rasa sakitnya hilang setelah kupijat,” ia mengenangkan. Padahal, seperti diingatnya sendiri, ia sejak kecil sering sakit-sakitan. Pengalaman ini telah menumbuhkan rasa ingin tahunya untuk memelajari dunia kesehatan alamiah.
Perkenalan pertama kali dengan “guru” penyembuhan berawal di rumahnya. Pak Qomar namanya. Ia adalah seorang guru ngaji merangkap terapis pijat refleksi, yang dipanggil ke rumahnya untuk mengajarnya membaca Alqur’an sebagai syarat masuk ke sekolah menengah pertama. Kepandaian Pak Qomar untuk menyembuhkan sudah diketahuinya, dan ia berharap bisa belajar padanya. “Jadi setiap selesai belajar mengaji, huruf Arab di papan tulis berganti dengan gambar telapak kaki dan letak syaraf-syaraf dalam tubuh,” kata Reza. Kemampuan memijatnya seperti mendapat energi dari seni beladiri silat yang ditekuninya dari kecil.
Meski tertarik pada dunia penyembuhan, ia tak tertarik untuk menjadi dokter – seperti banyak anggota keluarganya yang lain. “Saya kurang cocok dengan pendekatan dunia medis yang menurut saya cenderung parsial dan tidak menyembuhkan sampai akar. Obat pun kadang efeknya tidak selalu bagus di badan,” ia mengambil pengalaman masa kecilnya di mana hingga dewasa tubuhnya masih menyimpan toksin akibat terlalu banyaknya obat yang dikonsumsinya saat kecil. Ia memilih kuliah di jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Di sela-sela kuliah, ia tetap mengambil kursus dan seminar-seminar kesehatan. Ia juga sempat “bekerja” sebagai penerjemah bagi seminar-seminar internasional yang diselenggarakan di Indonesia – khususnya mengenai ilmu motivasi dan pengembangan diri.
“Waktu kuliah, saya sudah dipanggil Reza Dukun,”ia tertawa mengenangkan bagaimana ia sudah “berpraktek” sebagai penyembuh apabila ada panggilan via pager yang ditujukan padanya untuk menolong temannya yang sakit. Hidupnya mengalir lancar, tak banyak hambatan. Lulus kuliah bekerja di perusahaan pasar modal di bidang keuangan perusahaan. Bermodalkan kemampuan komunikasi serta kekuatan intelektual, karirnya bertumbuh cemerlang, hingga pada tahun ketiga di dalam kariernya, kondisi kesehatannya menurun drastis.
Ia divonis penyakit diabetes – sebuah penyakit yang bahkan hingga kini masih sulit ditemukan obatnya dan dianggap sebagai salah satu pembunuh berdarah dingin. Gula darahnya rata-rata 300 (normal di bawah 110). Dalam usia yang masih relatif muda, kenyataan ini memukul perasaannya. Pendekatan medis dirasa tak mampu menjawab penyakitnya. Ia kembali membuka referensi-referensi pengobatan alamiah yang selama ini sudah dipelajarinya. Buku-buku kembali dibuka. Telinga dipasang lebar-lebar untuk mencari kesembuhan. Hingga pikirannya teringat pada seorang guru meditasi kesehatan asal Bali, Merta Ada.
“Ketika saya menghubunginya melalui telepon, beliau berkata bahwa saya masih muda, harapan kesembuhan masih besar. ‘Datanglah ke Bali, saya akan tunjukkan di mana letak “komputer” gula darah dalam tubuhmu”,ia menirukan kata-kata yang penuh harap dari gurunya itu. Ia pun menjalani pengobatan bersama Merta Ada. Suasana Bali menenangkan dirinya. Ia meditasi selama tujuh hari. “Baru tiga hari, gula darah saya normal kembali,”ia tersenyum.
Kesungguhan berlatih dan ketulusan dalam berterapi membuat persoalannya dengan mudah hilang dari tubuhnya. “Pada meditasi hari ke tujuh saya seperti mendapat pencerahan. Saya seperti mendapat pemahaman bagai pohon yang menjelaskan hubungan antar ilmu penyembuhan yang selama ini saya pelajari!” Pengalaman ini membuat ilmu penyembuhan yang pernah dipelajarinya mendadak menjadi ‘manjur’. Atau dalam istilah Reza, seolah mendapat kematangan untuk mengaplikasikan ilmunya lebih efektif. Kejadian ini terjadi pada tahun 2001.
Ia kembali ke Jakarta dengan penuh rasa bahagia, seperti dikatakannya. Ia seperti menemukan bekal spiritual yang nyata, bahwa orang bekerja tidak boleh melanggar takaran hingga jebol. Harus jaga keseimbangan. Rasa bahagia ini rupanya juga membawa kesuksesan pada kariernya . Dalam sebuah proyek terakhirnya, ia berhasil menuntaskan proyek pinjaman bank untuk kliennya dalam jumlah yang sangat fantastis. Tepat setelah proyek tersebut, ia mulai menempuh pendidikan akupunktur secara serius. “Saat itulah krisis terjadi dalam diri saya. Sebenarnya, tepatnya mendapat pencerahan, karena sudah muncul keinginan menjadi healer. Di mata saya, menjadi healer itu sangat berarti.” Ia pun memutuskan untuk berhenti dari kariernya di tahun 2001. Bonus tahunannya yang baru saja diterima dari perusahaan tempat dahulu bekerja dijadikan bekal untuk mengikuti berbagai pelatihan penyembuhan di Bali, Singapura, Australia, dan Hongkong.
Keputusan ini tentu menjadi tanda tanya besar bagi orang tuanya. Apalagi profesi healer bisa dibilang belum ada patokan profesinya di Indonesia. Tapi ia bersikukuh. Dengan ijazah akupuntur, ia mulai berani membuka praktek. Keputusan cukup nekad inipun dibarengi dengan kesiapan untuk hidup sendiri dalam masalah cinta. “Bila kamu tak nyaman dengan kehidupan kerja baruku, yang bisa saja on call, atau dalam kondisi finansial yang berbeda akibat keputusan profesi baru ini, saya tak keberatan bila kamu harus melepas saya,” ia mengenangkan kisah cinta dengan kekasihnya di masa itu. “Buatku ini bukan soal cinta, tapi panggilan jiwa.”
Panggilan jiwa ini pula yang menjadikan banyak letupan- khususnya dalam soal cinta- pada dirinya. Berbagai proses meditasi yang ditekuninya, tidak jarang melahirkan pemahaman baru tentang relasi, hubungan hati, dan seksualitas. Itu sebabnya, dalam perjalanan cintanya ia sempat memiliki pengembaraan yang menarik.
“Pernah dalam salah satu fase, aku mendapat pemahaman bahwa ternyata aku memiliki karakter yang tak bisa hidup dalam sebuah commited relationship,” ia menunjukkan alasan mengapa ia sempat berada dalam persimpangan jalan antara menjadi pertapa atau poliamori – berhubungan dengan beberapa pasangan dengan terbuka. “Aku ingin mengeksplorasi apakah itu yang dibutuhkan jiwaku dalam petualangannya untuk menjadi dirinya sendiri,” katanya. Di balik kekaleman sikapnya, ternyata ia memiliki keberanian yang tidak konservatif dalam mengemukakan keinginannya.
Perjalanan ini ternyata justru mendewasakannya. “Belakangan aku sadari bahwa aku membutuhkan hubungan yang tidak memenjarakan. Kebersamaan tidak harus mengikat, justru harus memberikan ruang untuk jujur total dan menjadi diri sendiri.” Di sinilah ia menemukan “rumah” pada Dee. “Aku ingin hidup bagai pertapa, dan merasa tidak ada satupun wanita di muka bumi yang bisa berelasi denganku sebagai pertapa. Dewilah satu-satunya perempuan yang mengizinkan aku hidup seperti seorang pertapa dalam sebuah hubungan cinta,” ujarnya. “Dewi adalah seorang real woman yang takarannya berimbang di segala aspek.
Di sisi kewanitaan, cinta, kesadaran, intelektualitas, karier, konyolnya, persahabatannya, dan segala hal yang ada di dirinya,” ia akhirnya mencoba untuk memberi jawaban. Rencana ke depan yang dilakukan bersama Dee adalah mempersiapkan karya mengenai gentle birth (filosofi dan metode persalinan yang ramah jiwa, minim intervensi, dan alamiah) serta seksualitas yang sadar dan sakral. “Menurutku, energi spiritual itu sama dengan energi seksual yang tersuling dan tersalurkan dengan sehat dan sadar. Bila kita tidak memiliki seksualitas yang sehat, maka kita tidak akan dapat kesadaran spiritual yang sehat,” sebuah pernyataan yang boleh dipastikan berasal dari proses “berdansa” dalam keheningan. Reza, sang penyembuh, kini sudah menemukan jati dirinya sendiri dan bersiap mengembangkan niat baiknya untuk orang lain. Semuanya ternyata tak pernah lepas dari rasa cinta yang menghidupkannya. (Rustika Herlambang)
Ingin belajar belajar beladiri? Kami punya banyak video beladiri baik format VCD maupun DVD. Ada Pencak Silat, Karate, Taekwondo, Judo, Jujutsu, Shorinji Kempo, Kalaripayat, Tinju, Gulat, Mix Martial Arts, Ninjutsu, Kenjutsu, dll
Silakan kunjung blog kami:
http://www.belajarbeladiri.blogspot.com
Wow…really insightful. Thanks.
orang yang luar biasa