
Takashi Murakami, Passion for Creation
Tuhan kadang memiliki rahasianya sendiri pada diri manusia. Kejadian yang kualami adalah merupakan dari kisah itu. Entah bagaimana muasalnya, aku merasa, sekali lagi aku merasa, pernah mendapatkan sebuah surat undangan yang berisi bahwa aku akan menuju ke Hong Kong untuk datang di sebuah acara di mana aku ada kesempatan untuk mewawancarai Takashi Murakami dan Frank Gehry. Sepulang dari Perth, tak ada pikiran lain kecuali melakukan riset habis-habisan untuk bisa bertemu dengan dua seniman besar dunia itu.
Tapi sayang, duniaku yang begitu berwarna langsung suram seketika aku dapat kabar bahwa ternyata bukan mereka yang kuwawancara, melainkan kurator dari acara Passion for Creation, Susanna Page. Dan aku semakin heran, ternyata surat yang menyatakan adanya wawancara dengan Frank Gehry dan Takashi Murakami itu tak pernah ada. Sekretaris redaksi di kantor menyatakan hal serupa sambil menandaskan bahwa tak ada satupun surat yang menyebutkan dua nama tersebut. Lalu, surat apakah yang sepertinya kubaca dan membuatku bergembira itu? Hingga kini aku tak pernah mengerti.
Jujur kukatakan, bahwa aku awalnya sedikit kecewa dengan perubahan itu. Tapi, the show must go on. Selaku wartawan, mewakili kantorku, aku harus sesegera mungkin mengganti pikiran-pikiranku yang sudah dipenuhi oleh Frank Gehry dan Takashi Murakami dengan berbagai pertanyaan yang akan kutujukan untuk para petinggi Louis Vuitton –label yang mengundangku ke acara Passion for Creation—dan Susanna Page, sang kurator. Malam pertama kulewati dengan membaca seluruh informasi mengenai Passion for Creation, sebuah pameran seni yang diselenggarakan oleh Louis Vuitton dan sebuah museum di Hong Kong.
Keesokan harinya, aku sudah merasakan pulihnya kekecewaanku. Pameran yang kudatangi ternyata menawarkan karya yang luar biasa yang tak bisa kukatakan dengan kata-kata. (soalnya mau kutulis di majalahku duluuuuu…). dan yang lebih mengejutkanku: aku ternyata bisa bertemu dan bersapa dengan dua orang yang sudah ada dalam mimpiku selama seminggu. Takashi Murakami dan Frank Gehry. Terima kasih, Tuhan. Aku selalu percaya pada kebesaranMu.
Me and Frank Gehry

rustika herlambang and Frank Gehry (starchitect)
Ia seperti sedang bersembunyi di balik maket bangunan yang dikerjakannya untuk Yayasan Louis Vuitton setelah pameran Passion for Creation dibuka. Seorang pria bertubuh gagah tampak sengaja menutupinya. Tapi aku, yang sejak pembukaan sudah merekam jejaknya, sudah berusaha membuntutinya. Dengan bahasa sederhana, aku membungkuk padanya, dan memperkenalkan diriku.
”Hi Pak Gehry, saya rustika herlambang. Saya sangat mengagumi karya-karya Anda. Bahkan saya bertemu dengan suami saya karena ”Anda”, mendiskusikan karya-karya Anda sejak tahun 1990-an, dan karena pembicaraan inilah saya merasa dia adalah calon pasangan yang terbaik. Salam dari suami saya untuk Anda…”
Dia tampak tersenyum manis. ”Anda dari ?” Kujawab Jakarta. Lalu aku minta ijin untuk berfoto dengannya. Ia tampak manis sekali. Aku, dengan fasihnya, lalu bercerita bahwa aku sangat menyukai konsep dekonstruksi, dan entah cerita apa lagi yang kusampaikan dengan sangat kilat itu. Tapi tiba-tiba, wajahnya berubah, tak enak. Kupikir, dia pasti sangat lelah. Jadi kutinggalkan dia, setelah berpamitan, walau hati rasanya tak rela.
Sesampai di rumah, barulah aku menyadari setelah suamiku berkata: dia kan paling sebal dibilang dekonstruksi… Ooooo… pantas saja.
Apapun itu, kenangan itu sangat berkesan dalam hidupku.
Me and Takashi Murakami

Takashi Murakami

Takashi Murakami, Rustika Herlambang, Passion for creation
Sejak awal, aku memang sudah bertekad untuk mencari dia, bagaimanapun caranya. Dan itulah yang kulakukan. Saat teman-teman lain menuju lantai tiga untuk coctail party, aku memilih berburu Murakami. Di depan maket Frank Gehry, aku melihatnya. Setelah ia menyapa-nyapa beberapa orang di dekatnya, aku langsung merapat padanya.
“Ada dua murakami yang aku cintai di dunia ini…” aku membuka cerita. Ia tampak bergembira, persis seperti gaya-gaya karya seninya, lalu memelukku. “ Aku tahu, dia pasti Haruki,” ujarnya yang langsung kuanggukkan kepalaku dengan yakin.. “Oooh… aku cemburu pada Haruki, kenapa kamu harus mencintai dia seperti kamu mencintai aku?..” waduuh, rasanya ge er sekali.
Pertemuan ini memang sangat mengejutkan. Takashi sangat hangat dan riang. Lalu aku bercerita tentang misteri di balik ubur-uburnya –sesuatu hal yang juga disinggung oleh Haruki Murakami dalam novelnya. Lalu banyak cerita di antara keduanya yang hampir menyambung satu sama lain. Sayang, saya tak ada kesempatan banyak untuk bercerita. Hingga ia berkata,” Tika, kita lanjutkan pembicaraan ini melalui email ya.. sangat menarik, sangat menarik.” Setelah bertukar kartu nama, saya pun kembali melanjutkan pekerjaan saya.
Me and Mark Jacobs

Rustika Herlambang and Marc Jacobs, Passion for Creation
Setelah konferensi pers dengan berbagai wartawan dari berbagai belahan dunia, Marc Jacobs meninggalkan tempat. Kami, tak boleh turun bersamanya. Sahabatku, Monik, dari majalah Female, kelihatan sangat kecewa. Keinginannya untuk berpose bersama Marc Jacobs yang diidamkan sejak tiba seperti pupus seketika. Tapi karena padatnya acara, aku memutuskan untuk mampir sebentar ke butik Prada yang ada di dekat hotel Peninsula. Tanpa pikiran apa-apa, kami memisahkan diri dari wartawan lainnya. Tapi siapa sangka bahwa ternyata kami bisa jumpa Marc Jacobs di sepanjang lorong menuju butik Prada? Itulah yang kusebut sebagai misteri dalam kehidupan.
Akhirnya, aku dan Monik bergantian berpose bersama Marc Jacobs yang pagi itu mengenakan kemeja putih dan rok tartan selutut berwarna hitam.
What a life….
Enjoy it, Mba… =)
terima kasih, Blup..