Di Balik Senyum
Poppy Dharsono

Poppy Dharsono
Samudera yang tenang biasanya menyembunyikan palung-palung yang dalamnya tak terkirakan
Sepanjang tiga puluh satu tahun berkecimpung dalam dunia fashion Indonesia, tak banyak yang berubah dalam penampilan sosok Poppy Susanti Dharsono. Senyum, gaya berdandan, citranya, hampir konsisten selama itu. Hidupnya seperti konstan meskipun banyak berita mewarnainya. Ia begitu pandai menyimpan semua hal, menyakitkan dan membahagiakan, dalam dalam laci-laci yang rapi, dan terus menjalani kehidupan dalam balutan citra keanggunan dan senyuman yang selalu menyembul di balik kacamata kesayangannya.
Ia adalah seorang pelaku sejarah yang menggerakkan roda industri fashion di Indonesia. Bekal pendidikan dari sekolah model dan fashion di Paris dengan segera memberikan darah segar bagi perkembangan fashion yang masa tahun 70-an masih didominasi oleh para dress maker seperti Prayudi dan Peter Sie. Ia pula yang meletakkan landasan fashion sebagai industri dengan mengenalkan konsep ready to wear. Tiga puluh satu tahun sudah ia memulai usahanya, dan hingga kini nama dan usahanya terus melaju bersama waktu.
Bulan lalu, ia meluncurkan buku Redefining Heritage. Buku memoar pengalamannya berhubungan dengan kain-kain nusantara ini menjadi penanda 30 tahun berkarya. Sebelumnya, ia juga membukukan kisah hidupnya -yang penuh kontroversi- dalam judul Poppy Dharsono, Perempuan Jawa Abad ke-21, ditulis oleh Nasir Tamara. Kini, ia sudah mempersiapkan buku ketiganya: Ensiklopedi Kostum Nusantara.
Di luar industri fashion, Poppy juga memiliki banyak usaha. Mulai dari urusan perbankan, sekuritas, kosmetik, pendidikan, kelapa, hingga pembuatan ruman-rumah untuk kalangan menengah bawah. Jabatannya berderet: desainer di Poppy Dharsono Fashion Studio, Direktris dan Pemilik Poppy Dharsono Fashion Studio, Presiden Komisaris PT Alrego, PT Indotex LaSalle International College, PT Prima Garis Moda, Komisaris PT Rana Sankara, PT Spinindo Mitradaya, Presiden Direktur di PT Poppy Dharsono (Cosmetic), PT Prima Modalinea, PT Fashion Asia Paradigma dan PT Fashion Asia Enterprise. Meski gagal terpilih, Poppy juga menjajal diri menjadi calon Gubernur Jawa Tengah tahun lalu. Kini, ia masih akan memperjuangkan eksistensinya di jalur politik melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Di balik wewangian dan segala kecemerlangan bisnisnya, tentu ada kerja dan semangat yang sangat keras untuk mewujudkannya. Dengan segala ketertutupannya, Poppy akhirnya mengakui satu prinsip hidup yang selama ini menjadikannya kuat dan berkembang. Prinsip itu menyatakan bahwa menjadi manusia itu harus selalu siap dalam menghadapi badai dunia, sekeras apapun, sendirian. Karena itu tiada upaya lain untuk menyelamatkan diri kecuali dirinya sendiri.
Lalu berceritalah Poppy tentang masa lalunya. Bagi Poppy, hidup memang tak mudah ditebak. Berlapis kabut tipis yang seringkali menjebak. Poppy -yang artinya boneka dalam bahasa Belanda atau juga bunga opium dalam bahasa Inggris-mengatakan betapa garis hidupnya berpindah dari satu kejadian ke kejadian lain. Berbagai pengalaman hidup itulah yang membuat dia harus menjadi sosok kuat dalam segala kehidupan yang dialaminya. Dan itu semua bermula dari persoalan “cinta”.
Dulu dia tak pernah mengira bahwa hidupnya akan seperti yang ia jalani selama ini. Sebagai seorang gadis pandai di sekolah, aktif, sekaligus sulung dari 8 bersaudara dari keluarga tentara, ia sangat ambisius untuk menjadi dokter. Ayahnya sangat keras mendidik agar dapat menjadi teladan bagi adik-adiknya, sekaligus menjaga kehormatan diri dan keluarga. Masa remajanya pun dilalui dengan bahagia. Ia aktif menjadi model, atlit olah raga lintas alam dan lari cepat, dan menjadi mayoret drum band sekolahnya. Hobinya: kebut-kebutan dengan mobil jip ayahnya.
Dan segala kesenangan itu tiba-tiba serasa lenyap ketika mengenal “cinta”. Ia tak pernah tahu, apakah itu cinta yang sesunguhnya, “kecelakaan”, ataukah keingintahuan masa remajanya. Namun yang jelas peristiwa sebelas menit -kalau boleh mengambil istilah dari sastrawan Paulo Coehlo- yang menentukan itulah yang pada akhirnya menjadi garis batas antara kenangan, impian dan masa depannya. Rasa percaya diri yang sudah dibangunnya selama puluhan tahun hancur berkeping-keping hanya karena ia dianggap membuat aib zaman: hamil di luar pernikahan–sesuatu yang jamak di masa kini. Ia akhirnya menikah di usia muda, 18 tahun, dengan Firman Ichsan, 16 tahun.
Ia sangat paham bahwa usia kekasihnya itu masih sangat muda dan masih berhak untuk menikmati masa depan yang sangat panjang membentang. Demikian juga dengan dirinya. Yang dilakukan hanyalah berdialog dengan dirinya sendiri, menata hati, melewati hari-hari dalam persembunyian hingga ia melahirkan buah hatinya: Fauzi Ichsan. Bersamaan dengan peristiwa itu, Firman dan Adi (kakak Firman), temannya berbagi selama ini, menuju ke Belanda untuk melanjutkan sekolah. Dan ia, lagi-lagi harus menjalani kehidupannya sendirian di tengah cemoohan banyak orang. “Saat itulah saya merasa bahwa karir adalah sahabat wanita paling setia, ketika semua orang meninggalkan kita. Karir adalah senjata untuk wanita.”
Seusai melahirkan, ia melanjutkan pendidikan di jurusan sinematografi, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). “Sebenarnya, saya ingin masuk UI, tapi takut mapras. Saya kan habis melahirkan,”ujarnya sedih. Tapi kesedihan itu lantas bertukar dengan kegembiraan. Ia merasa sangat beruntung masuk di LPKJ, bertemu dengan seniman-seniman besar seperti A.D Pirous, Ami Priyono, Wahyu Sihombing dan Umar Kayam. “Di sana saya belajar bagaimana individu adalah kerajaan kita sendiri, dimana orang lain tak berhak mengaturnya,”ia seolah kembali menemukan eksistensi dirinya kembali. Ia lalu kembali aktif sebagai model. Ia juga pernah membintangi film Matinya Sang Bidadari bersama pemain bulutangkis Rudy Hartono.
Tahun 1977, ia mendapat kesempatan untuk mengambil pendidikan di Paris. Mulanya ia ingin melanjutkan kuliah sinematografinya, namun lagi-lagi, ia justru mengambil pendidikan mode di Ecole Superieur de La Mode Guerre Lavigue (ESMOD), Paris. Keputusan ini terjadi akibat diskusi panjang dengan Ratna Cartier-Bresson, teman mertuanya, yang menganggapnya lebih cocok di bidang fashion. Ia juga menambah pengetahuan fashionnya dengan mengikuti pendidikan fotografi di Arles dan sekolah modelling. Saat di Paris, ia juga bekerja sebagai model. Kembali ke Indonesia, ia langsung memulai usahanya di bidang fashion, hingga kini.
Perkawinan remajanya akhirnya kandas. Bukan karena faktor besar, melainkan karena kesadaran keduanya yang semakin hari semakin merasakan hubungan seperti halnya kakak adik semata. Ia lalu tinggal dan membesarkan anak semata wayangnya dengan didikan yang keras. “Saya ingin Fauzi tumbuh menjadi sosok yang ksatria, bertanggung jawab dan berbangga pada diri sendiri, bukan karena label atau bintang orang lain,”ujar Poppy yang bekerja habis-habisan untuk membiayai sekolah anaknya di Inggris dari SMP hingga lulus MIT. Ia juga terus membangun perusahaan dan karyanya, seperti ia membangun dirinya dan eksistensinya sendiri.
Keberhasilannya kini, kata Poppy, adalah akumulasi dari faktor keberuntungan dan kerja yang sangat keras. “Saya bukanlah seorang survivor.. Saya hanya orang yang beruntung,” wajah cantik, kecerdasan dan jaringan yang dimiliki adalah modal dasar kesuksesannya kini. “I’m gifted.. tapi saya adalah tipe pekerja keras.” kata Poppy. Kini di rumahnya yang besar itu, ia mengangkat dua anak perempuan yang masih kecil: Gadis, seorang penderita Celebral Parsy yang juga anak salah satu adik lelakinya, dan Dara, yang menemaninya melewati malam-malam, sebelum ia meditasi, dan kemudian melanjutkan mimpi.
Bila hingga kini ia masih sendiri, tentu ia punya alasan. Ia belum menemukan pasangan yang cocok dengan dirinya yang memiliki personalitas yang sangat kuat. Bukan berarti pula trauma, karena ia pernah berpacaran serius, bahkan hingga 18 tahun lamanya. Untuk semua pertanyaan tentang cinta, inilah jawabannya,” Saya sudah sampai pada tahap bahwa cinta tidak melulu diberikan kepada pria, tetapi juga kaum wanita, komunitas. Masa patneran saya sudah lewat. Sebagai anak bangsa yang banyak pekerjaan rumah saya ingin memberikan energi saya untuk kepentingan yang lebih luas,”ujarnya.”Mungkin karena aku keturunan Galuh ya,”ia menyebutkan dirinya sebagai salah satu keturunan kerajaan Galuh, asal Garut, yang selama ini menganut paham bahwa perempuan keturunan Galuh selalu lebih kuat dari lelaki.
Hidup sendirian tentu mengalami segala cobaan sendirian, dan lebih berat. Tapi baginya, segala rasa sakit justru membuatnya kian kuat. “Karena pada dasarnya, saya ini tipe pemberontak,” ujarnya kemudian. Ia beranggapan bahwa dalam kehidupan manusia harus terus berevolusi, harus baru, harus berubah. Itu sebabnya, ia tak pernah menyesali apa yang terjadi. Hidup harus terus dihadapi dengan sikap ksatria.
Ia selalu berusaha untuk jujur pada dirinya. Senyum yang selalu mewarnai wajahnya, ketenangan yang selalu terasa pada dirinya bukanlah sebuah citraan artifisial, sesuatu yang dibuat-buat, tegasnya. Ajaran Budhisme dan Taoisme yang diikuti belakangan ini telah mengajarkan padanya bahwa senang dan susah adalah hal sama. Kini, ia lebih legowo dalam menjalani kehidupan, sekeras apapun badai yang menimpanya.
Dan karena itulah kini hidupnya sudah tenang. Ia sudah siap terbang. Meninggalkan segala beban. Mengarungi hidup dengan hati riang, pikiran yang ringan, menuju cinta yang saling membebaskan. (Rustika Herlambang).
Stylist: Karin Wijaya. Fotografer: Jennifer Antoinette. Busana: Koleksi Pribadi. Lokasi: Kediaman Poppy Dharsono, Pondok Indah.
[…] Di Balik Senyum Poppy Dharsono Poppy Dharsono Samudera yang tenang biasanya menyembunyikan palung-palung yang dalamnya tak terkirakan Sepanjang tiga puluh … Continued here: Poppy Susanti Dharsono […]
Poppy adalah seorang pendekar wanita sejati.
Yang jelas Poppy dikenal sebagai salah satu murid andalan Subur Rahardja almarmuh pendekar pendiri Bangau Putih.
Bencana dan keberuntungan adalah sama saja, sudah dibuktikannya.
Dari Bu Poppy,
Buat Ugo dan Rudi, silakan menghubungi saya di tanggal 1 Februari, Museum Kolong Tangga Yogyakarta, dimana saya duduk sebagai Presiden dari Yayasan tersebut. Dia bisa ketemu saya di sana… Sy lagi sosialisasi di Baturraden dan Purwokerto..
salam, pd
Mbak Rustika Herlambang,
Saya dari sebuah EO di kota Tegal-Jawa Tengah, kami ingin dapat bekerja sama dengan ibu poppy dharsono dalam event festival band dimana akan berkumpul banyak anak muda tegal, dan kota-kota di sekitarnya.
Mengingat beliau sedang berjuang di provinsi jawa tengah sebagai anggota DPD jawa tengah nantinya, kami ingin beliau hadir pada event tersebut sekaligus dapat berkampanye di sana.
Apakah Mbak Rustika berkenan menghubungkan saya dengan Ibu Poppy. Terima kasih sebelumnya.
Salam,
Diyan Ichsan
Dyan Ichsan, dimana alamat email yang bisa dihubungi?
di alamat email yang tertera di atas djsayib@yahoo.com
To Diyan Ichsan,
Good luck to you for working with Poppy.
Aku pernah punya pengalaman dengan dia. Ternyata susah diajak kerja sama. Mungkin kamu bakalan kecewa. Intinya, jangan sekadar melihat dari penampilan.
(sorry, terpaksa kuedit bahasanya.. semoga tak berkurang pesannya ya… thanks)
mbak Poppy di Kab.Batang pantai utara Jawa populair terutama di kalangan petaninya. sebetulnya dia bisa berkibar pada pemilihan DPD kemarin tgl.9 tetapi sdr.Sudir agak ‘nakal’ menggunakan jalur pamong desa tetapi saya yakin beliau akan jadi wakil kami di pusat lewat DPD. Jangan lupa mbk Poppy ya pada petani miskin di Batang/Pekalongan. kami yakin anda orang yang tepat untuk bicara ttg nasib buruk anak bangsa ini yang ‘belum’ merdeka di th 2009 ini karena ditindas terus !
salam,
saya salut atas pengetauan mbak atas perupa di indonesia,saya buth info perupa LIM TJOE ING .saya punya lukisannya saya dapat dari saudara.skrng mo saya jual buat bantu ibu bayar hutang.saya bl perna jual lukisan ,saya kerja di recicle plastik bekas.
tolomg ya mbak.trims
Salam,
gatot
gatotkcm@yahoo.com
Prinsip itu menyatakan bahwa menjadi manusia itu harus selalu siap dalam menghadapi badai dunia, sekeras apapun, sendirian. Karena itu tiada upaya lain untuk menyelamatkan diri kecuali dirinya sendiri. (Prinsip hidup ibu Poppy)
Ah…. dimanakah keberadaan Tuhan…?
Membaca artikel ini.. Jelas menggambarkan pribadi seorang yang pahit terhadap kehidupan.. Kesepian yang dibungkus rapat dengan pribadi seolah tangguh tetapi rapuh..kenapa harus bersusah payah sendirian, jika Ada Tuhan Yg bersedia menanggung semua beban? Salam kasih dari jauh..