Catatan dari Sukamiskin
Hidup ini tak bisa ditebak. Berlapis kabut tipis yang seringkali menjebak. Ada yang lubang jebakannya dalam tak berdasar, ada pula yang hanya pendek tak berarti. Kadangkala hidup ini seakan hambar tak beragam, tanpa rasa, tanpa selera. Terkadang terasa susah, rumit bagai jalan berkelok-kelok dengan seribu rintangan. (Leo Tolstoy, Setelah Pesta Dansa).
Begitulah kehidupan, manusia harus selalu bisa mengambil hikmah dari setiap “realita” yang dialami. Seperti halnya Huzrin Hood. Mantan orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Riau dan pejuang pembentukan provinsi Kepulauan Riau ini harus berhadapan dengan kenyataan baru. Dipenjara, atas tuduhan penyalahgunaan APBD.
Dia masih mengenangkan satu peristiwa yang terjadi di bulan Juli 2004. Di saat ratusan pasang mata masyarakat Kepri menyambut datangnya Penjabat Gubernur provinsi baru tersebut, jeruji terali besi Penjara Kampung Jawa, Tanjungpinang telah dipersiapkan untuknya. Dia mendekam di sana, sebelum akhirnya dipindahkan ke LP Sukamiskin, Bandung, 13 Agustus 2004.
Pria yang akrab dipanggil Sultan ini menempati ruangan tahanan TA 38, tak jauh dari ruang tahanan Bung Karno, yang terletak di lantai dua penjara peninggalan Belanda tersebut. Ruangannya sempit, hanya diisi oleh satu kasur tipis yang digeletakkan di lantai, satu meja, serta satu almari pakaian. Dindingnya yang biru bersih, diberi tempelan-tempelan dengan lem kasar, kalender-kalender bergambar dirinya, foto tokoh ulama yang disegani, foto-foto pribadinya dalam balutan pakaian China lama. Ada pula lukisan bergambar sawah yang menguning dari Van Gogh yang dipasang dengan pigura warna emas.
Di atas meja tergeletak aneka perlengkapan dandan, seperti pelembab muka, hand body lotion, aftershave, deodorant, serta parfum yang semuanya bermerek internasional. Berserakan pula, pemotong kuku, pemotong jenggot, obat gosok untuk sakit kepala, hingga buku-buku yang dibawakan kawan-kawan seperjuangannya.
Seperti halnya napi lainnya, ia melewati hari demi hari yang berlangsung rutin dan lambat. Aktivitasnya dimulai sejak adzan Subuh berkumandang. “Saya sholat berjamaah bersama teman satu kamar,” tuturnya sambil menyebut nama Nana, -napi dengan kasus perkelahian, serta Karno, napi karena karena kasus perkosaan. Biasanya dilanjutkan dengan membaca Alquran dan buku-buku pengetahuan. Kalau masih mengantuk, ia melanjutkan tidur hingga jam 7, ketika apel pagi tiba.
Setelah mandi, ia dan kawan-kawannya bekerja, membuat sandal. Proyek kerjasama Sukamiskin dan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menjadi kegiatan rutinnya setiap pagi hingga menjelang sholat Dhuhur. Seusai sholat berjamaah di masjid wilayah kompleks penjara, Huzrin tidur siang. Sore hari, aktivitasnya diisi dengan bermain badminton atau tennis.
Soal makanan dia mengaku tak ada masalah. Ada warung kecil yang terletak di seberang kamarnya bila ia memerlukan makanan kecil. Ada juga sahabat kamarna, Nana dan Karno yang seringkali memasakkan makanan untuknya. Termasuk makanan favoritnya, sambel dadakan, yang dibuat dari percampuran cabai, garam dan terasi.
Kadang terasa menjemukan dan monoton. Untung saja, ada hari Jumat dan Sabtu. “Soalnya ada guru senam yang datang. Cewek lagi,” ia tertawa. Membuang rasa bosannya meniti kegiatan yang sama setiap harinya. “Aku selalu di depan,” Ia mengenang masa-masa kehidupannya di penjara sambil tertawa-tawa. Matanya menyipit, kacamata kotaknya terguncang-guncang.
Masa luangnya digunakan untuk membaca. Sisanya untuk menulis. “Sukamiskin merupakan tempat yang baik untuk saya merenungkan diri. Berkontemplasi. Banyak kebijakan dan kesabaran, tumbuh di lingkungan ini,” tukas pria yang mengaku dirinya sebagai Robinhood dari Bintan ini. Wajar saja, bila 3 buku diselesaikannya pada masa penahanan.
Soal pedihnya hidup dipenjara, saking banyaknya, sudah tak bisa ia menceritakan. Baginya, suasana malam hari, sepi, sendiri, menjelang tidur, adalah saat-saat yang paling menyiksa. Ketika ia terus mengenang istri dan anak-anaknya tercinta yang ditinggalkan di Tanjung Pinang. Bahkan dengan bungsunya, ia mengaku bahwa ia sedang bekerja di luar kota. “Ini hal yang paling pilu dalam hidupku,” ia menerawang.
Meskipun demikian, hubungan silaturahmi dengan teman-teman dan keluarganya selama dipenjara menjadi sedikit pengobat luka batinnya. Ia merasa bersyukur, banyak teman yang masih mau mengunjunginya dengan rutin. Mulai dari mantan menteri, bupati, gubernur, tokoh terkemuka di Indonesia, hingga artis. Sampai akhirnya, ia bisa menyelesaikan masa tahanannya pada idul fitri 3 November lalu. Tepat di hari kemenangan umat muslim, ia benar-benar merayakannya sebagai hari kemenangan. “Semoga bisa memberikan hikmah yang besar”, tukasnya seraya memberikan pantun selamat tinggal.
Dari Sukamiskin ke Tanjung Pinang
Singgah sebentar di LP Cipinang
Rasa Haru bercampur senang
Karena badan tak lagi terkekang
Keris pusaka laksamana Bentan
Tak pernah kalah dalam berperang
Berdoalan kita kepada Tuhan
Masuk penjara jangan terulang
(Rustika Nur Istiqomah)
(foto dan teks oleh Rustika Nur Istiqomah)
Cerita di balik peristiwa:
Artikel ini sangat berkesan bagi saya. Ketika itu, saya menyamar menjadi seorang laki-laki, mengenakan jaket tebal milik seorang kawan, dan menyusuri penjara laki-laki Sukamiskin! Saya membawa perlengkapan kamera lengkap. Dari pintu, saya sudah berucap… bismillah! Dan saya sepertinya tenang dalam bekerja. Saat itu, Huzrin memang meminta saya untuk mengabadikan momen-momen terakhir saat dia dipenjara.
Seharian di dalam penjara laki-laki itu, saya mengikuti Huzrin kemanapun pergi. Dia mengajak saya menuju bekas kamar Soekarno, yang ternyata kondisinya tak terawat dan penuh jamur di dinding tembok. Catnya mulai mengelupas. Di sini, Huzrin sering menghabiskan waktunya untuk membaca, merenung sambil memandang kruistik Soekarno yang dipasang di sana.
Saya seharian hingga sore menjelang. Saya santai-santai saja memotret di berbagai tempat. Anehnya, para napi di situ biasa-biasa saja melakukan berbagai aktivitas. Sepertinya apa yang saya lakukan adalah hal yang biasa-biasa saja. JAdi ya, saya santai saja-tetap dengan penyamaran-menonton televise yang ada di luar kamar penjara, menghabiskan makan siang, dan santai-santai bercengkerama dengan Huzrin dan salah satu temannya.
Ketika keluar dari penjara yang berlapis-lapis itu…. Saya melewati bundaran, tempat para napi berkumpul di sore hari.. Mereka tampak duduk-duduk santai. Suasana begitu ramai. Saya, deg-degan juga waktu melewati mereka. Saya berusaha untuk bersikap santai.
Namun sesantai-santainya manusia, bila dalam kondisi tertekan, pasti gesture tubuhnya akan berkata lain. Dan itulah yang kemudian terjadi. Gerak gerik saya terbaca. Tiba-tiba, seorang laki-laki berdiri, menunjuk saya dan bersuara keraaaas sekali. “OOOOi, ternyata dia perempuan!!!!.” Suasana langsung berubah panic! Lalu seluruh lelaki yang ada di sana berteriak-teriak seperti orang kehausan: “Perempuan! Perempuan!!!” Mereka semua berdiri. Saya lihat Huzrin tetap santai. Padahal saya sudah merasa hamper mati.
Saya sudah tak ingat apa yang terjadi, hingga akhirnya saya bisa keluar dengan selamat. Rasanya. Lemas sekali…
Tuhan, terima kasih.. Kamu telah selamatkan saya..
Lihatlah bagaimana perlakuan khusus pada mereka maling-maling kakap. Masih bisa punya parfum internasional, pisau cukur (benda tajam dalam penjara) dan menerima tamu sampai ke ruang kamar. Perempuan lagi
sudah dipenjara kok masih tuduhan itu sudah kenyataan. Susah jika media masih memberi kesempatan pada orang-orang seperti ini muncul bak pahlawan. Tidak akan ada efek jera
bener ga tuch ceritanya semua………….?
* dear teman-teman, artikel ini adalah laporan pandangan mata sekitar 4 tahun lalu, yang kemudian dimuat di Media Indonesia.
Kini, menurut salah seorang teman yang dipenjara di sana, Abdullah Puteh, mantan gubernur Aceh, kondisi penjara sudah tak seperti dulu kala. “Sekarang lebih ketat, dan tak bisa masuk dan menjenguk seenaknya..”
ga bisa jenguk seenaknya itu artinya sama dengan ga bisa liat2 dalem dan cari info tentang keadaan dan perlakuan tahanan saat ini kan gan? sama aja klo ada penyelewengan jadi ga bisa ketauan. lebih ketat bukan pada para penghuni tapi kepada para tamu, ya kan….