Ayat-ayat Cinta
(Versi) Maya Estianty
“Jadi sabaran mana aku sama Ayat-Ayat Cinta?”
Maya Estianty tersenyum. Penuh misteri. Memang kurang begitu jelas, mengapa perempuan yang belakangan ini menggunakan identitas dengan nama Maia -dengan alasan biar lebih asyik-ini mengemukakan pertanyaan di atas di awal wawancara. Dan ini memang agak mengejutkan. Sebab dia yang belakangan ini praktis bermutasi menjadi ikon anti male chauvinism karena konflik rumah tangga yang publik, tiba-tiba membandingkan dirinya dengan sebuah cerita yang tidak populer di kalangan aktivis perempuan atau ibu-ibu yang anti poligami.
Meskipun mungkin kenyataannya begitu. Keberhasilan karir dan hidupnya selama ini selalu ditempatkan di bawah bayang-bayang suaminya, Ahmad Dhani. Karena itu ia sempat bernama “Maia Ahmad”, sebagai penanda bahwa dialah istri dari penyayi dan pengarang lagu pop terkemuka di negeri ini. Maia, yang kita semua kenal sempat melejit berkat bandnya yang bernama Ratu, cenderung ditafsir sebagai tidak lebih dari kepanjangan kreativitas Dhani.
“Dulu aku sangat tidak percaya diri dengan apa yang kulakukan,” katanya. Tapi dengan adanya masalah ini, dia justru menemukan dirinya, yang selama ini menurut versi Maia selalu berada di bawah bayang-bayang orang lain. “Aku sadar, masa lalu bukan untuk disesali. Sekarang aku ingin menunjukkan bahwa perempuan itu power. Bisa menyanyi, menciptakan lagu, main gitar, drum dan bisa melompat-lompat,”katanya serasa menyindir. “Aku pernah dibilang perempuan umur 30-an kok jingkrak-jingkrak,” ia menirukan pemrotesnya. “Ah, mengapa harus malu dengan umur? Itu kan sesuatu yang wajar. Nah, semakin aku ditekan, semakin ingin aku break the rule,” ia menegaskan. Lalu, iapun bekerja ekstra keras untuk membuktikan kemampuannya.
Kini adalah masa yang baru. Maia mendrop kata “Ahmad” dari identitasnya. Di tengah serbuan media tabloid dan kemarahan Dhani yang terungkap di publik pada dirinya, Maia bergerak memulai karir solonya.
Maia harus menghidupi dirinya sendiri, selain tentu saja menghidupi jiwanya yang telah babak belur. Dia menerima pekerjaan mulai dari pembawa acara di acara gathering perusahaan, bintang tamu di acara parodi, hingga berakting di sinetron. Sementara itu, demi melanjutkan karier bermusiknya -sekaligus membangkitkan rasa percaya dirinya– tim managemen yang baru sampai mendatangkan guru vokal profesional untuk Maia. “Setiap malam kami karaoke-an untuk mendorong semangat Maia,” Pipit, manager Maia, mengenang masa-masa sulit mereka.
Di studio yang disewa tak jauh dari rumahnya, Maia berjuang keras untuk berdaya: mengubah energi tak-produktif yang memuncak itu menjadi produktif. Berusaha menemukan, sekaligus melepaskan diri dari bayang-bayang masa lalu yang bagai menggelapkan setiap langkahnya. Ia memicu semangat untuk melakukan proses audisi penyanyi, membuat lagu, rekaman, mastering, konsep album, klip hingga peluncuruan album yang dilalui kurang dari waktu satu tahun, di tengah badai rumah tangga dan somasi dari sang anak didik.
Sheila Salomo, pengacara dan juga teman curhat Maia merasakan kedewasaan Maia dalam menghadapi segala masalah. “Saya sekarang melihat dia semakin perkasa. Dia juga semakin keras dan cenderung cuek. Ini yang membuat dia bisa fokus terhadap pekerjaannya.” Tak pernah sekalipun Maia mendiskreditkan suami atau keluarganya kepada publik. Ia lebih suka diam dan tak memberikan komentar yang sekiranya dapat kian merusak perasaan orang lain.
Kesabaran itu memang mendatangkan hasil. Kerja kerasnya terbayar. Kini, Maia sudah dipenuhi dengan kesibukan. Album barunya Maia & Friends yang mengusung lagu Ingat Kamu dan EGP laris manis, terjual lebih dari 125 ribu kopi hanya dalam hitungan hari. Belakangan ini, lagu Ingat Kamu menduduki posisi terbaik dalam tangga lagu nasional selama lebih dari 6 minggu.
“Dia tak kalah dari suaminya,” pengamat musik Indonesia Bens Leo menanggapi kesuksesan Maia. “Maia pandai membidik pasar. Semua orang gampang membuat lagu. Tapi membuatnya kuat dan diterima tidak mudah. Maia berhasil melakukan ini. Lagunya mudah dan laku di pasar,”lanjut Bens yang mengenal Maia dan Dhani ketika keduanya masih pacaran.
Di luar musik, manusia kalong ini-begitu tim managernya menyebut Maia yang hanya tidur beberapa jam dalam sehari- membuka usahanya di bidang kafe, bersama kakak kandungnya di wilayah Kemang, Jakarta. “Ini memang cita-citaku dulu,” katanya mematahkan anggapan bahwa ia mengikuti jejak suaminya. Untuk meramaikan suasana kafenya, dan (juga) melampiaskan kerinduan para penggemar, Maia sering menyanyi di sana.
Sebentar lagi, Maia juga akan meluncurkan bisnis busana dengan label namanya. “Brandku nanti konsepnya agak mengacu ke gaya London, lebih kasual dan fashion street. Kalau mau gaya tampilan yang unik ya ke Maia,” begitu ia membayangkan. Salah satu ciri khas tampilannya selama ini adalah kata-kata yang tercantum di dalam kostum panggung yang senantiasa diberi muatan “politis”. Misalnya saja Available but not Single, Don’t Marry Rock Star, The Real Queen ,atau Change Your Mind (yang disilang menjadi Change Your Man), yang mungkin hanya Maia yang tahu apa maksud di balik kalimat-kalimat tersebut.
Begitulah Maia. Ia mengungkap kegelisahan bukan dengan mencari sensasi infotainment-yang dengan suka hati memberitakannya– melainkan dengan sebuah pernyataan fashion. Sesuatu yang seperti baru disadarinya, betapa dunia fashion yang sangat disukainya itu memiliki kekuatan sebagai sarana untuk melepaskan diri dari kepenatan pikirannya selama ini. Selain menyanyi tentunya.
“Dulu aku pernah punya cita-cita jadi musisi, sekarang kesampaian. Nah, sekarang aku mimpi punya brand yang kuat: fashion, make up, aksesori, sepatu, dan sekolah musik yang belum ada di Indonesia,”tekadnya. Kesuksesan karir ternyata tidak tergantung pada siapa-siapa, kecuali pada diri sendiri, begitu ia berfilosofi. Ke depan, ia ingin melanjutkan cita-citanya untuk membuat label musik, lepas dari siapa penyanyinya, tetapi tetap dengan menggunakan labelnya: Maia. “Targetku, aku menjadi performer hingga usia 35, setelah itu, aku akan menyiapkan aktivitas lain,”tukas Maia yang kini tengah mempersiapkan album barunya.
Segala kerja keras ini dilakukan dengan senang hati. Saat ini, katanya, dia masih mencari penghidupan untuk dirinya sendiri-untuk hidup dan beli mobil lagi-dan juga untuk menyenangkan ketiga anaknya. “Tapi sepuluh tahun lagi, aku sudah hidup dengan santai, menikmati keindahan alam, bersama suami dan anak-anak. Membuat privat villa di wilayah Ciputat atau Ciganjur, yang dingin dengan daerah yang berbukit-bukit. Aku mau menikmati hidupku,”ucapnya, membayangkan sebuah babak baru dalam kehidupannya dengan sikap optimis. “Anak-anak adalah hal terindah yang aku punyai. Hari ini mereka bisa menghibur aku. Anak-anak membuat aku kuat. Walau dalam kondisi tak ada baju, tak ada lemari, mobil hilang, dan ternyata aku bisa hidup dalam kondisi seperti itu.”
Lalu apakah dia masih percaya cinta? “Ya. Aku masih percaya cinta. Cinta yang saling mendukung antar pasangan. Kalau aku sekarang jatuh, nanti akan jauh lebih baik,”tukas Maia yang sering menumpahkan perasaannya di blog pribadinya duniamaia.multiply.com. Namun bila suntuk datang berkepanjangan, dia memilih untuk ikut olahraga ekstrim seperti skyjump. “He he he, pada dasarnya aku memang tomboi. Bila dulu aku tampil feminin, itu karena managemenku. Sekarang aku mau jadi diriku sendiri,” karakter Jawa Timur memang sangat terasakan pada diri Maia.
“Perempuan itu harus kuat. Menjadi dirinya sendiri. Mandiri. Jangan mau dijajah. Kalau jatuh, nyungsep, menyesal sebentar, lalu siaplah terbang lagi,”kata Maia yang sengaja memotong rambutnya agar lebih berkesan berdaya dan merdeka. Atas segala hal yang telah dilakukannya, dia lalu berkata, “Saya bahagia sekarang…” (Rustika Herlambang)
Versi kedua Artikel Maia –editor by Seno Gumira Adjidarma–silakan dibaca di blog ini, kategori pos pilihan (Maia Estianti 2) atau di arsip edisi Juni. Terima kasih.
Fotografer: Eliska, Leonardi Portraiture. Busana: Deden Siswanto. Make Up Artist: Mia. Stylist: Dany David. Lokasi: Studio MAIA, Pondok Indah, Jakarta
Entah mengapa…. dalam mensikapi kasus Dhani dan Maia saya kok cenderung ‘membela’ Maia… dalam melihat sesuatu sering Dhani kolot, ketinggalan zaman, menggunakan ayat2 agama tapi salah dalam pemahaman…. sebagai kepala keluarga Dhani telah gagal…. saling berbagi dan pengertian dalam keluarga itu penting…. mengalah tidak berarti kalah.
saya pikir dengan membaca profil Dhani, kita akan disadarkan. Memang Tuhan menciptakan manusia dengan segala jenisnya…
meski terlihat sangat berusaha untuk terkesan “netral”, namun totalitas paparan dalam (rangkaian) artikel ini secara indah menggiring pembaca untuk lebih bersimpati pada pihak wanita. nampaknya memang kesamaan gender dan pembentukan persepsi dan pola fikir keperempuanan agak sulit untuk secara total dilepaskan. saya pikir kalau anda pria titik tolak pandang dan gerusan gagasannya akan berbeda. maaf kalau tidak berkenan. saya bukan pro-dhani dan anti-maia tapi hanya berusaha menjadi kritikus bagi karya anda. selamat.
Maia adalah tipikal wanita yg bisa kontrol emosi dan perasaannya, saya kagumi itu, meski kadang2 suka meluap tapi msh dlm kontrol yg tepat, dan mungkin itu karena ada alasan yg kuat. Saya pribadi sebenarnya tdk tertarik dgn masalah Maia dan Dhani, tapi saya lihat banyak pelajaran yg bisa diambil dr situ, misalnya: hubungan yg solid yg telah dibangun sekian tahun dr bawah bisa hancur dlm sekejap jika tdk hati2 menjaganya. contoh lain: harta yg berlimpah, ketenaran, nama besar tdk bisa cukup menjamin bahwa hubungan bisa langgeng. saya tdk akan membela siapa2, saya rasa dua2nya salah krn tdk ada yg mau mengalah, dan juga tdk melihat kepentingan anak sebagai pokok utama..
setujuuuuuuu…!
betul sekali… meskipun uda jatuh nyunsep tapi harus bangkit,
hal-hal yg buruk yg terjadi dalm hidup ini membuat seseorang lebih dewasa…, jangan menoleh kebelakang tetap memandang ke depan karna masih ada rencana yg indah.
semangat semangat
Saya kagum bgt dengan bunda maia,,,,, semangat,,,,,